beritax.id – Peneliti Universitas Cambridge, Ahmad Novindri Aji Sukma, mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi whistleblower atau pelapor tindak pidana. Usulan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI .
Dalam pertemuan itu, Ahmad menjelaskan bahwa perlindungan whistleblower yang sering menjadi kunci terbongkarnya berbagai kasus. Terutama korupsi, masih kurang diakui dalam prosedur hukum yang ada. “Tanpa kanal pelaporan yang aman. Larangan pembalasan yang tegas, dan anonimisasi identitas, pelapor akan terus merasa terancam, bahkan dikriminalisasi atau diintimidasi,” ungkap Ahmad.
Dia menyarankan agar dalam RUU KUHAP ditambahkan bab yang menetapkan definisi whistleblower, serta mekanisme perlindungan yang ketat. Perlindungan ini mencakup anti-pembalasan, jaminan kerahasiaan identitas, serta sanksi bagi pembocoran informasi yang melanggar hak privasi pelapor.
Pentingnya Perlindungan Pelapor dalam Sistem Hukum
Ahmad menilai salah satu kelemahan besar dalam sistem hukum pidana Indonesia adalah kurangnya perlindungan terhadap saksi dan pelapor. “Whistleblower sering kali dikriminalisasi, padahal mereka beriktikad baik melaporkan pelanggaran yang terjadi,” ujarnya. Oleh karena itu, RUU KUHAP perlu menegaskan kembali definisi whistleblower serta memberikan perlindungan terhadap mereka agar keadilan dapat ditegakkan tanpa intimidasi.
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR, Dede Indra Permana, menyatakan bahwa pembahasan RUU KUHAP akan terus berlanjut hingga masa sidang berikutnya. Komisi III DPR RI berkomitmen untuk menerima sebanyak mungkin aspirasi dari masyarakat mengenai isu-isu krusial dalam RUU KUHAP.
Partai X Menyuarakan Perlunya Perlindungan Bagi Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menanggapi usulan ini dengan tegas, mengatakan bahwa hukum di Indonesia harus berorientasi pada perlindungan rakyat. Bukan hanya kepentingan pihak-pihak tertentu. “Hukum harus berpihak pada mereka yang berani melawan kejahatan. Pelapor tidak boleh dibiarkan menjadi korban,” tegas Prayogi.
Prayogi juga menekankan bahwa Partai X mendukung penuh upaya untuk menegakkan sistem peradilan yang adil dan transparan. Termasuk memberikan perlindungan yang memadai bagi whistleblower. “Partai X akan terus memperjuangkan agar hukum di Indonesia tidak hanya pro pada penguasa, tetapi lebih kepada keadilan yang dirasakan oleh rakyat,” lanjut Prayogi.
Langkah Proaktif Menuju Perubahan Sistem Hukum yang Lebih Adil
Sejalan dengan prinsip Partai X, yang berfokus pada melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat dengan cara yang efektif dan transparan. Prayogi mengusulkan agar pemerintah segera memasukkan mekanisme perlindungan whistleblower dalam RUU KUHAP yang sedang dibahas. Menurutnya, langkah ini sangat penting untuk menciptakan sistem hukum yang lebih efektif dalam memerangi korupsi dan kejahatan lainnya.
Partai X juga mendesak agar perlindungan bagi whistleblower tidak hanya mencakup aspek hukum, tetapi juga memastikan bahwa sistem pelaporan berjalan dengan transparan dan akuntabel. Sebagai bagian dari upaya ini, partai juga mendukung inisiatif untuk memperkuat peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Hal ini dalam memberikan jaminan bagi pelapor yang berani mengungkapkan kebenaran.
Dengan sistem hukum yang lebih berpihak pada rakyat, Prayogi yakin bahwa keadilan di Indonesia bisa lebih mudah tercapai, dan rakyat akan merasa lebih aman untuk melaporkan tindak pidana tanpa rasa takut atau intimidasi. “Hukum yang berpihak pada rakyat adalah hukum yang benar-benar menegakkan keadilan,” tandas Prayogi.