beritax.id – Pemerintah melalui Menteri HAM Natalius Pigai mendukung model pendidikan alternatif bagi siswa bermasalah yang diterapkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yakni melalui pelatihan disiplin di barak militer. Dalam keterangannya usai menerima Dedi di Kantor Kementerian HAM, Pigai menyatakan model pendidikan ini tidak melanggar HAM, selama tidak menyertakan kekerasan fisik. Ia bahkan mengisyaratkan kemungkinan replikasi program ini secara nasional bila terbukti berhasil.
Program ini menuai beragam reaksi. Bagi Pigai, kedisiplinan, tanggung jawab, dan ketahanan mental adalah bagian dari hak pendidikan. Ia menyebut bahwa siswa peserta program tetap mendapat pendidikan formal dan pendampingan psikologis. Bahkan, Menteri HAM menyebut model ini selaras dengan agenda besar “Indonesia Emas 2045” dan prinsip Astacita Presiden Prabowo Subianto.
Partai X: Disiplin Itu Penting, Tapi Demokrasi Jauh Lebih Urgen
Merespons wacana tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute Prayogi R Saputra menyampaikan keprihatinan mendalam. Menurutnya, pendidikan karakter seharusnya bertumpu pada pendekatan yang partisipatif, bukan pendekatan militeristik yang berpotensi membungkam kebebasan berpikir dan bernalar.
“Pendidikan harus membebaskan, bukan membentuk barisan diam dalam ketertundukan semu. Disiplin penting, tapi jangan tukar demokrasi dengan doktrin barak,” ujar Prayogi. Ia mengingatkan bahwa pemerintah diberi mandat oleh rakyat untuk melindungi, melayani, dan mengatur rakyat dengan menjunjung tinggi keadilan dan transparansi.
Partai X menegaskan, tidak semua penyakit sosial bisa diselesaikan dengan satu obat keras. Pengiriman siswa bermasalah ke barak militer, apalagi dilakukan masif dan dijadikan peraturan nasional, dapat menciptakan kekeliruan pendekatan sistemik dalam pendidikan. “Kalau siswa membolos, kenapa bukan sistem sekolahnya yang dibenahi dulu? Mengapa bukan rumah tangganya yang dikuatkan?” tanya Prayogi.
Bagi Partai X, sistem pendidikan adalah instrumen strategis untuk mewujudkan keadilan sosial dan menyiapkan generasi bermental negarawan.
Dalam prinsip Partai X, negara adalah alat rakyat untuk mencerdaskan dan mensejahterakan, bukan alat untuk menundukkan atau mendisiplinkan dengan pendekatan kekuasaan.
Pemerintah Harus Evaluasi Sebelum Mengadopsi
Partai X mendesak Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah agar berhati-hati sebelum mengadopsi program ini secara nasional. Pemerintah seharusnya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap akar masalah siswa bermasalah, bukan hanya mencari solusi instan yang kelihatan tegas tapi bisa mengorbankan prinsip kebebasan akademik.
“Yang kita butuhkan bukan disiplin semu di bawah komando, tapi pendidikan yang membentuk logika, empati, dan tanggung jawab sosial,” tegas Prayogi.
Partai X mengingatkan bahwa pendidikan bukan tentang mencetak barisan, tetapi membentuk manusia yang berpikir kritis dan berkepribadian luhur. Negara harus menjauh dari praktik militerisme terselubung yang bisa mengikis nilai-nilai demokrasi di ruang kelas.
“Kalau model ini diadopsi tanpa koreksi, jangan heran jika generasi mendatang patuh, tapi tak mampu memimpin,” pungkas Prayogi.