beritax.id – Publik digegerkan pendapatan DPR yang mencapai lebih Rp100 juta per bulan. Selain itu, anggota DPR tetap menikmati fasilitas tunjangan pajak penghasilan (PPh) yang dibayarkan negara. Ekonom CELIOS, Media Wahyudi Askar, menilai kebijakan ini melukai prinsip keadilan perpajakan.
Menurut Media, semestinya tidak ada perbedaan antara DPR dan masyarakat biasa. Karyawan swasta wajib membayar pajak, sementara DPR bebas dari beban itu. Ia menegaskan kebijakan fiskal ini memberi dampak psikologis dan moral negatif, karena wakil rakyat gagal memberi teladan.
Kritik Partai X
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan tugas negara tiga yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. “Rakyat disuruh patuh bayar pajak, sementara DPR hanya menikmati fasilitas. Ini penghinaan terhadap prinsip keadilan,” tegas Rinto.
Ia menilai DPR justru menjauh dari rakyat. Pendapatan fantastis dan bebas pajak jelas menunjukkan adanya jurang sosial antara penguasa dan rakyat.
Dalam prinsip Partai X, negara adalah milik rakyat, bukan milik penguasa. Pemerintah hanyalah sopir bus, sementara pemilik sejatinya adalah rakyat.
Jika rakyat dibebani pajak, maka wakil rakyat seharusnya memberi contoh, bukan malah lari dari kewajiban.
Partai X menegaskan keadilan fiskal adalah syarat mutlak. Tanpa keadilan pajak, legitimasi negara runtuh, dan demokrasi berubah menjadi oligarki.
Solusi Partai X
Berdasarkan prinsip dan agenda perjuangan, Partai X menawarkan solusi:
- Cabut tunjangan PPh DPR. Semua pejabat wajib membayar pajak secara langsung.
- Keadilan fiskal menyeluruh. Pajak berlaku sama, tanpa diskriminasi jabatan.
- Audit publik anggaran DPR. Transparansi pendapatan wajib diumumkan setiap bulan.
- Refocusing anggaran DPR. Fasilitas berlebih dialihkan untuk kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan rakyat miskin.
- Teladan kepemimpinan. Wakil rakyat harus menjadi contoh, bukan beban bagi rakyat.
Partai X menegaskan, rakyatlah yang menjadi pemilik sejati negara. Jika DPR benar wakil rakyat, mereka wajib membayar pajak sama seperti rakyat. Tanpa keadilan fiskal, tidak ada legitimasi moral bagi wakil rakyat untuk berbicara atas nama rakyat.