beritax.id – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan pemilu nasional dan pemilu daerah diselenggarakan terpisah. Dalam amar putusannya, MK menetapkan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua setengah tahun antara keduanya. Pemilu nasional akan mencakup DPR, DPD, serta Presiden-Wakil Presiden. Sedangkan pemilu daerah akan melibatkan DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan kepala daerah.
Putusan ini merupakan hasil gugatan yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). MK menyatakan pasal-pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai seperti putusan tersebut.
Logistik Bertambah, Demokrasi Tetap Terjerat
Menanggapi keputusan tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyatakan keprihatinannya. Menurutnya, pemisahan pemilu secara temporal justru dapat melipatgandakan beban logistik, memperluas ruang oligarki elektoral, dan tidak menjamin perbaikan kualitas demokrasi.
“Memisahkan pemilu boleh jadi menertibkan beban administratif, tapi tidak menyentuh akar masalah: politisasi anggaran, oligarki partai, dan lemahnya pendidikan politik,” ujar Prayogi.
Ia menegaskan bahwa demokrasi tidak bisa diperbaiki hanya dengan menggeser tanggal. Tanpa reformasi sistem kepartaian dan birokrasi pemilu, hasilnya tetap akan menguntungkan pejabat dan menyulitkan rakyat.
Pemerintah Harus Lindungi, Layani, dan Atur Rakyat, Bukan Pejabat
Partai X mengingatkan bahwa tugas negara adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
Memisah pemilu seharusnya ditujukan untuk memperbaiki representasi rakyat, bukan sekadar memudahkan pejabat.
Dalam konteks itu, rakyat sebagai pemilik kedaulatan harus menjadi tujuan utama kebijakan, bukan objek logistik dan kalkulasi kekuasaan semata.
“Jangan hanya berpikir tentang efisiensi pemilu bagi birokrasi, tapi abaikan bagaimana biaya itu akan mempersulit petani di desa, guru honorer, atau anak muda yang kehilangan kepercayaan pada pemilu,” tegas Prayogi.
Solusi Partai X: Demokrasi Butuh Arah, Bukan Sekadar Jadwal
Merespons putusan MK ini, Partai X menawarkan beberapa solusi konkret yang sesuai dengan prinsip kami:
- Reformasi Hukum Berbasis Kepakaran
Partai X mendesak reformasi hukum pemilu melalui sistem kepakaran (expert system), bukan sekadar negosiasi pejabat di Senayan. Rakyat harus diberi ruang merumuskan sistem yang adil dan efektif. - Sekolah Negarawan untuk Pendidikan Politik Serius
Daur ulang Pancasila harus dimulai dari pendidikan. Sekolah Negarawan yang diinisiasi X-Institute menawarkan pendidikan kebangsaan, kepemimpinan, dan literasi sejak usia muda agar demokrasi tak lagi dibajak uang dan patronase. - Ubah Sistem ke Arah Rakyat sebagai Pemilik Kedaulatan
Kedaulatan rakyat harus dikembalikan melalui amandemen kelima UUD 1945 yang menghapus dominasi partai atas calon legislatif dan eksekutif.
Partai X percaya bahwa demokrasi adalah kendaraan rakyat, bukan milik pejabat. Memisahkan pemilu tanpa membenahi sistem hanyalah kosmetik prosedural. Jika rakyat tetap terpinggirkan, maka demokrasi hanya menjadi panggung legitimasi kuasa, bukan alat keadilan.
“Jika pemilu dipisah, pastikan bukan sekadar untuk memperpanjang napas pejabat. Tapi benar-benar memperpanjang napas demokrasi rakyat,” pungkas Prayogi.