beritax.id – Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, meminta pemda serius mendampingi pembentukan koperasi desa dan kelurahan (kopdeskel) merah putih. Ia menegaskan, satgas kopdeskel tidak hanya menjamin pendanaan pencatatan akta, tetapi juga harus mengawal pendirian koperasi hingga benar-benar berjalan.
Bima menyampaikan hal itu dalam acara Peluncuran dan Dialog Percepatan Musyawarah Desa/Kelurahan Khusus di Sumatera Barat. Ia mengapresiasi daerah yang telah menyelesaikan proses musyawarah dan mendorong keterlibatan BUMN seperti Pos Indonesia dan Bulog dalam pengelolaan koperasi.
Menurut Bima, kopdeskel merah putih merupakan pijakan Presiden Prabowo untuk pemerataan ekonomi desa dalam rangka menuju Indonesia maju 2045. Pemerintah pusat mengklaim koperasi sebagai fondasi agar pertumbuhan ekonomi bisa menjangkau masyarakat bawah.
Namun, narasi ini menuai perhatian kritis. Program yang dikemas dengan semangat nasionalisme belum tentu bebas dari kepentingan kelompok atau pemborosan anggaran. Apalagi jika keberhasilan hanya diukur dari jumlah koperasi yang dibentuk, bukan kualitas pengelolaan dan manfaat untuk rakyat.
Partai X: Nasionalisme Itu Pelayanan, Bukan Label Proyek
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyampaikan kritik tajam. Ia mengingatkan, “Tugas pemerintah itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” bukan menciptakan simbol tanpa makna.
Menurutnya, penggunaan kata “merah putih” seharusnya mencerminkan keadilan dan keberlanjutan, bukan hanya sekadar pencitraan. “Kalau koperasinya macet atau jadi ladang penguasa lokal, apa masih bisa disebut merah putih?” ujarnya.
Dalam prinsip Partai X, koperasi adalah alat rakyat untuk mencapai kesejahteraan, bukan alat untuk proyek jangka pendek.
Pemerintah harus menjadi fasilitator, bukan pemilik arah. Negara ibarat bus, rakyat pemiliknya, dan pemerintah hanya sopirnya.
Program koperasi harus berbasis potensi lokal, bukan dipaksakan seragam. Jika tidak, maka koperasi hanya akan menjadi dokumen, bukan penggerak ekonomi.
Solusi Partai X: Evaluasi Kritis dan Pembangunan Berbasis Data
Partai X menyarankan lima langkah konkret. Pertama, lakukan audit independen terhadap pelaksanaan kopdeskel untuk mengukur dampak dan efektivitasnya. Kedua, bentuk Dewan Kedaulatan Rakyat untuk memastikan program koperasi berpihak pada kepentingan warga desa.
Ketiga, hilangkan pendekatan simbolik dalam pembangunan ekonomi dan ganti dengan pendekatan berbasis data dan kebutuhan masyarakat. Keempat, wajibkan partisipasi aktif warga dalam menentukan jenis usaha koperasi sesuai potensi wilayah.
Kelima, masukkan pendidikan ekonomi kerakyatan dalam kurikulum sekolah desa agar generasi muda tidak hanya mewarisi koperasi, tetapi mampu mengelolanya secara profesional.
Partai X menegaskan, nasionalisme tidak cukup ditunjukkan lewat nama program, tetapi harus tercermin dalam manfaat langsung kepada rakyat. Koperasi bisa menjadi alat pemerataan ekonomi, asal dijalankan transparan dan profesional.
Jangan bungkus kegagalan dengan simbol merah putih. Jangan gunakan semangat kebangsaan sebagai tameng dari proyek yang tak menyentuh kebutuhan rakyat. Sebab, nasionalisme sejati adalah keberpihakan, bukan pencitraan.