beritax.id – Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan mantan Dirjen Pajak Suryo Utomo. IWPI menilai proyek Coretax senilai Rp1,3 triliun penuh kejanggalan dan tidak transparan. Sistem yang dijanjikan sebagai tulang punggung digital perpajakan justru gagal berfungsi optimal.
Ketua Umum IWPI, Rinto Setiyawan, mengatakan publik berhak tahu siapa yang diuntungkan dari proyek ambisius itu. “Kami tidak akan diam. Uang rakyat jangan dibakar untuk proyek gagal yang tak jelas arah dan manfaatnya,” ujarnya tegas.
Kritik Partai X: Hukum Harus Berpihak pada Rakyat
Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa negara tidak boleh bersembunyi di balik alasan teknis. “Tugas negara itu tiga yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” ucapnya.
Ia menilai, KPK harus segera menindaklanjuti laporan IWPI dengan penyelidikan terbuka dan akuntabel.
Menurut Partai X, hukum harus menjadi pelindung rakyat, bukan tameng bagi pejabat. Keterlambatan pengusutan kasus Coretax hanya menambah ketidakpercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum. “Jika KPK terus diam, rakyat akan menganggap hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” kata Rinto.
Refleksi Prinsip Partai X
Partai X menilai persoalan ini mencerminkan rusaknya tata kelola negara yang seharusnya efektif, efisien, dan transparan.
Menurut prinsip Partai X, pemerintah hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi mandat untuk menjalankan kebijakan secara terbuka. “Negara harus berjalan seperti bus yang dikemudikan sopir amanah menuju kesejahteraan rakyat, bukan dikendalikan kepentingan segelintir orang,” terang Rinto.
Partai X juga menegaskan, kekuasaan publik tidak boleh dipakai sebagai alat dagang proyek. Pemisahan antara pemerintah dan negara perlu ditegakkan agar ketika pemerintah salah arah, negara tetap berdiri tegak di bawah kedaulatan rakyat.
Solusi Partai X: Transparansi dan Reformasi Digital Berbasis Kepakaran
Sebagai solusi, Partai X mengusulkan reformasi hukum berbasis kepakaran dan transformasi birokrasi digital yang berintegritas.
Setiap proyek digital harus melewati audit publik, disertai publikasi kontrak dan hasil kinerja secara berkala. Selain itu, pendidikan berbasis Pancasila wajib diperkuat agar pejabat memahami makna keadilan sosial, bukan hanya retorika efisiensi.
Partai X juga mendorong pemisahan peran antara regulator dan pelaksana proyek IT negara, agar tidak ada tumpang tindih kepentingan. “Digitalisasi bukan hanya soal teknologi, tapi soal moralitas birokrasi,” tegas Rinto.
Partai X mengingatkan bahwa setiap kebijakan fiskal dan sistem pajak harus berpihak pada rakyat, bukan menindas mereka dengan alasan modernisasi. “Negara harus kembali kepada rakyat. Karena sejatinya, rakyat adalah pemilik kedaulatan. Pejabat hanyalah pekerja rakyat,” pungkas Rinto Setiyawan.
 
  
 
 
 
 
  
 

 
  
  
 