beritax.id – Dalam berbagai kesempatan resmi, pidato pejabat terdengar penuh optimisme. Pembangunan diklaim berjalan, ekonomi disebut membaik, dan masa depan digambarkan cerah. Namun di luar ruang podium, kehidupan rakyat justru dipenuhi kecemasan: harga naik, pekerjaan tak pasti, dan layanan publik kian sulit dijangkau. Ketika pidato makin sering terdengar, suara rakyat justru makin tenggelam.
Narasi keberhasilan negara sering disusun dengan indikator makro dan target jangka panjang. Sayangnya, indikator itu tidak selalu selaras dengan pengalaman sehari-hari masyarakat. Bagi banyak keluarga, yang ada bukan soal pertumbuhan, melainkan soal bertahan bagaimana cukup makan, membayar sewa, dan menjaga kesehatan. Keberhasilan yang tidak dirasakan rakyat hanya tinggal cerita.
Rakyat Menyesuaikan, Negara Terlalu Percaya Diri
Di tengah tekanan hidup, rakyat dipaksa menyesuaikan diri dengan berbagai kebijakan yang berubah-ubahMereka berhemat, bekerja lebih keras, bahkan mengorbankan kebutuhan dasar. Sementara itu, negara kerap tampil percaya diri dengan pidato dan pernyataan normatif, tanpa refleksi mendalam atas dampak kebijakan. Ketahanan rakyat sering dijadikan bukti keberhasilan negara, bukan alarm kegagalan.
Pidato Tanpa Tindak Lanjut Memperlebar Jarak
Pidato seharusnya menjadi pengantar tindakan, bukan pengganti kerja nyata.
Ketika janji tidak diikuti perubahan yang terasa, kepercayaan publik perlahan terkikis.
Rakyat mulai memandang pidato sebagai rutinitas seremonial, bukan sebagai komitmen. Kata-kata kehilangan makna ketika realitas tak berubah.
Dalam negara yang sehat, rakyat seharusnya hidup layak, bukan sekadar bertahan. Jika bertahan hidup menjadi norma, maka ada yang keliru dalam arah kebijakan. Negara tidak boleh membiarkan kondisi ini berlangsung sambil terus merayakan pidato keberhasilan.
Solusi: Dari Retorika ke Kehadiran Nyata Negara
Pemerintah perlu menggeser fokus dari memperbanyak pidato menuju memperbanyak dampak nyata. Setiap pernyataan publik harus diiringi kebijakan yang langsung menyentuh kebutuhan rakyat. Evaluasi kebijakan perlu dilakukan secara jujur dengan mendengar suara masyarakat, bukan hanya laporan internal. Layanan publik dan perlindungan sosial harus dipercepat agar rakyat tidak terus berada dalam mode bertahan. Negara akan kembali dipercaya jika kehadirannya dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya terdengar di mimbar. Rakyat tidak butuh pidato panjang mereka butuh negara yang benar-benar hadir.



