beritax.id – Ombudsman RI menilai pendekatan represif aparat dalam menangani demo justru memperbesar eskalasi. Anggota Ombudsman, Johanes Widijantoro, menegaskan kekerasan aparat berpotensi melanggar hak konstitusional rakyat. Ia menyebut penggunaan kekuatan berlebih tidak menyelesaikan masalah, malah menambah kerusuhan. Menurutnya, negara wajib memastikan hak berkumpul dan menyampaikan pendapat tetap dihormati.
“Negara tidak boleh abai. Pelayanan publik adalah hak warga negara,” kata Johanes dalam keterangan resminya.
Ombudsman menyoroti tindakan represif aparat sebagai bentuk maladministrasi serius. Hal itu mencerminkan kegagalan negara memberikan rasa aman pada rakyat yang sedang menyuarakan aspirasi. Sebagai gantinya, pemerintah seharusnya berbenah dengan transparansi, empati, dan keadilan. Johanes juga menekankan perlunya koreksi menyeluruh atas manajemen pelayanan kepolisian. Ia mendorong evaluasi total terhadap kepemimpinan Polri agar tidak terjebak pola lama yang represif.
Kritik Partai X: Demokrasi Tanpa Rakyat Itu Tipu-Tipu
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan sikap keras. Ia mengingatkan, tugas negara hanya tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Menurutnya, negara yang mengabaikan suara rakyat berarti mengkhianati prinsip demokrasi sejati.
“Demokrasi tanpa rakyat itu hanya tipu-tipu. Negara berdiri atas kedaulatan rakyat, bukan pejabat,” ujarnya.
Partai X menilai tindakan represif aparat memperlebar jurang ketidakpercayaan antara rakyat dan negara.
Dalam prinsip Partai X, rakyat adalah pemilik kedaulatan dan pejabat hanyalah pelayan rakyat. Negara dipahami sebagai entitas yang berdiri di atas tiga unsur: wilayah, rakyat, dan pemerintah. Namun, pemerintah hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi mandat mengatur kebijakan. Jika aparat justru melukai rakyat, maka pemerintah sedang melanggar mandatnya. Prayogi menegaskan, negara bukan rezim, dan rezim bukan negara.
Solusi Partai X: Reformasi Menyeluruh
Partai X mengajukan sembilan solusi sebagai jalan keluar dari krisis dan ketidakpercayaan publik.
- Pertama, musyawarah kenegarawanan nasional oleh empat pilar: intelektual, agama, TNI/Polri, dan budaya.
- Kedua, amandemen kelima UUD 1945 untuk mengembalikan kedaulatan penuh ke tangan rakyat.
- Ketiga, pembentukan MPRS sementara untuk mengawal transisi pemerintahan yang berkeadilan.
- Keempat, pemisahan tegas negara dan pemerintah agar negara tidak runtuh saat rezim kolaps.
- Kelima, pemaknaan ulang Pancasila sebagai pedoman operasional, bukan slogan kosong.
- Keenam, pembubaran partai yang gagal mendidik rakyat disertai verifikasi ulang.
- Ketujuh, reformasi hukum berbasis kepakaran agar hukum tidak tunduk pada uang atau suara mayoritas.
- Kedelapan, transformasi birokrasi digital untuk memutus rantai korupsi dan meningkatkan akuntabilitas.
- Kesembilan, pendidikan moral berbasis Pancasila agar generasi muda sadar jati diri bangsa.
Penutup: Demokrasi yang Membumi
Partai X menegaskan demokrasi sejati bukanlah panggung pejabat, melainkan wadah suara rakyat. Solusi nyata harus dikedepankan agar tragedi seperti kematian Affan Kurniawan tidak terulang.
“Negara berdiri untuk rakyat. Jika rakyat dilupakan, demokrasi kehilangan ruhnya,” tegas Prayogi.
Dengan itu, Partai X menekankan perlunya langkah korektif, bukan represi, demi masa depan bangsa.