beritax.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut positif skema penjaminan Dana Desa untuk pinjaman Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes). Dalam skema tersebut, dana transfer ke daerah digunakan sebagai jaminan pengembalian pinjaman dari Himbara ke Kopdes. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menilai ini sebagai skema yang “very positive”.
Namun Partai X menilai pendekatan ini menyimpan risiko besar. Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R. Saputra, memperingatkan agar negara tidak menjadi penjamin gagal bayar aparat desa. Negara wajib melindungi rakyat, bukan menanggung risiko kegagalan tata kelola yang dilakukan pejabat lokal.
Jangan Korbankan Dana Publik untuk Menambal Gagalnya Kepemimpinan
Prayogi menyatakan, penggunaan dana desa sebagai jaminan pinjaman jelas mengandung bahaya. Bila terjadi kredit macet, dana publik terpaksa digunakan untuk membayar utang lembaga yang kelolaannya tidak transparan. Ini bertentangan dengan mandat konstitusional pemerintah sebagai pelayan rakyat.
Tugas negara adalah tiga yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Bukan memback-up kegagalan pejabat llokal yang tak mampu mengelola koperasi. Partai X menekankan bahwa keberadaan negara bukan sebagai penanggung utang pejabat desa, tetapi sebagai pengarah arah pembangunan yang adil dan berkelanjutan.
Partai X mengkritisi tidak adanya penjelasan mendetail soal skema pengawasan. Pemerintah menyebut aparat desa akan mengelola pinjaman Rp1 hingga Rp3 miliar. Tapi, siapa yang menjamin mereka mampu mengelola dana sebesar itu dengan manajemen profesional?
Skema yang tampak mulia bisa menjadi bom waktu jika aparatur desa tidak diberi pelatihan keuangan memadai. Bila dana pinjaman macet, transfer Dana Desa bisa dipotong, lalu siapa yang dirugikan? Jawabannya: rakyat.
Solusi Partai X: Sistem Audit Transparan dan Pelibatan Rakyat
Partai X menawarkan solusi konkret. Pertama, wajibkan audit publik tahunan terhadap seluruh kegiatan Kopdes oleh lembaga independen yang melibatkan partisipasi warga. Kedua, pembiayaan berbasis koperasi harus dikawal oleh pendamping desa profesional, bukan hanya perangkat desa.
Ketiga, negara wajib menyiapkan sistem pelaporan digital secara real-time agar masyarakat tahu ke mana aliran dana Kopdes berjalan. Keempat, buat sistem skoring kinerja tiap Kopdes agar bank tidak memberi kredit secara sembarangan.
Prinsip Pembangunan Harus Berdiri di Atas Keadilan Sosial
Menurut Partai X, pembangunan ekonomi harus menyentuh dimensi sosial secara utuh. Negara tidak boleh hanya berperan sebagai fasilitator ekonomi, tapi juga pengontrol dan pelindung agar pembangunan tidak dikendalikan oleh pejabat yang haus kekuasaan.
Prinsip keadilan sosial harus hadir melalui sistem fiskal dan keuangan yang berpihak pada rakyat kecil. Pemerintah tidak boleh sekadar mengucurkan dana tanpa desain tata kelola yang kuat.
Kehadiran 80.000 unit Kopdes di akhir 2025 patut diawasi ketat. Tanpa sistem pengawasan partisipatif dan transparansi keuangan, negara berisiko mengulang kesalahan program gagal sebelumnya. Prayogi R. Saputra mengingatkan, “Jangan sampai Kopdes berubah menjadi tempat baru pejabat desa memperkaya diri.”
Ia menutup dengan menegaskan bahwa reformasi ekonomi desa harus berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat. “Negara tidak boleh jadi penjamin utang pejabat desa. Negara harus jadi penjamin keadilan bagi rakyat.”