beritax.id – Mahkamah Konstitusi menghapus larangan bagi pemantau pemilu melakukan kegiatan di luar pemantauan pemilihan. Pasal 128 huruf k UU Pilkada dinyatakan inkonstitusional karena multitafsir dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Dalam amar putusannya, MK menilai pasal tersebut melanggar prinsip negara hukum karena membiarkan aparat menafsirkan larangan secara sewenang-wenang. Ketua MK Suhartoyo menegaskan bahwa norma tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyebut pasal tersebut sebagai “pasal karet” karena tak menjelaskan batasan kegiatan yang dilarang. Norma terbuka seperti ini menciptakan ruang bagi penyalahgunaan kewenangan oleh aparat.
Dalam hukum pidana dan administrasi, larangan harus dirumuskan secara tegas agar adil dan tak menimbulkan tafsir liar. Penjelasan hukum yang hanya berbunyi “cukup jelas” tidak memenuhi prinsip konstitusi tentang kepastian hukum.
Partai X: Demokrasi Tanpa Perlindungan Hanya Formalitas
Menanggapi putusan ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyampaikan sikap kritis. Ia mengingatkan bahwa tugas pemerintah ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
Menurutnya, menghapus pasal multitafsir memang penting, tapi tak cukup jika kecurangan pemilu tetap dibiarkan. “Demokrasi boleh diawasi, tapi sampai hari ini, kecurangan masih dibiarkan dan tidak dihukum tegas,” ujarnya.
Bagi Partai X, negara adalah entitas yang menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan untuk kesejahteraan rakyat.
Pemerintah bukan alat kekuasaan, melainkan sebagian kecil rakyat yang diberi mandat untuk melayani dan melindungi.
Jika aparat menggunakan hukum untuk membungkam partisipasi sipil, maka negara telah gagal menjadi pelindung demokrasi. Pemilu bukan hanya soal menang dan kalah, tapi soal keadilan dan kebenaran yang harus dijaga.
Solusi Partai X: Reformasi Hukum Pemilu Secara Sistemik
Partai X mendorong reformasi hukum pemilu secara menyeluruh dan sistemik agar demokrasi tidak hanya prosedural. Pertama, hapus seluruh pasal multitafsir yang memungkinkan kriminalisasi pemantau dan aktivis pemilu.
Kedua, bentuk Dewan Pengawasan Independen atas Penegakan Hukum Pemilu, agar tidak ada lagi intervensi aparat terhadap suara rakyat. Ketiga, standarisasi akreditasi lembaga pemantau secara transparan dan non-politis, agar pemantau tidak dicabut izinnya secara sepihak.
Keempat, pastikan seluruh aktor pemilu tunduk pada hukum yang jelas, bukan hukum yang lentur tergantung kepentingan kekuasaan. Semua proses pemilihan harus menjamin kedaulatan rakyat dan keadilan elektoral sebagai fondasi republik.
Demokrasi Harus Dilindungi, Bukan Dimanfaatkan
Partai X mengingatkan bahwa demokrasi bukan hanya ruang kompetisi pejabat, tetapi hak rakyat untuk memilih secara adil dan jujur. Lembaga pemantau adalah bagian dari sistem penyeimbang demokrasi yang harus diperkuat, bukan dikriminalkan.
Jika pemerintah tidak mampu melindungi hak konstitusional warga dan hanya melayani kepentingan kelompok, maka demokrasi hanya akan jadi panggung tipu daya. Pemerintah harus hadir bukan hanya dalam hitungan suara, tapi dalam perlindungan suara.
Penutup: Demokrasi Butuh Hukum yang Tegas, Bukan Hukum yang Karet
Partai X menyerukan agar semua pemangku kekuasaan menghormati prinsip keadilan dan kedaulatan rakyat dalam hukum pemilu. Negara hukum harus menjamin bahwa setiap warga dapat ikut serta dalam proses demokrasi tanpa takut dikriminalisasi.
Rakyat berdaulat bukan sekadar slogan. Ia harus dijamin dalam sistem hukum yang pasti, adil, dan transparan. Jika tidak, maka pemilu yang kita gelar hanyalah panggung sandiwara, bukan pemenuhan amanat konstitusi.