beritax.id– Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menyatakan pihaknya telah menginventarisasi berbagai regulasi yang saling bertentangan. Inventarisasi dilakukan untuk mempercepat reformasi hukum demi mendukung kelancaran investasi di Indonesia.
“Hasil kajian sudah kami rangkum dalam buku, dan akan segera kami serahkan ke Presiden,” ujar Supratman, Selasa (15/4), dalam konferensi pers di Jakarta. Ia merespons tekanan ekonomi akibat kebijakan tarif resiprokal 32 persen dari Presiden AS Donald Trump.
Supratman menjelaskan bahwa pemerintah membuka opsi merevisi regulasi tumpang tindih melalui omnibus law atau kodifikasi hukum. “Kami menunggu arahan Presiden. Jika perlu, kami siap mempercepat perubahan lewat dua jalur itu,” katanya.
Ditjen Peraturan Perundang-undangan (PP) juga disebut telah menyelesaikan 2.179 proses harmonisasi pada triwulan pertama 2025. Efektivitas ini didukung peluncuran aplikasi e-Harmonisasi yang mempercepat sinkronisasi antar kementerian.
Partai X: Investasi Tak Boleh Jadi Dalih Menyingkirkan Hak Rakyat dan Alam
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyambut baik evaluasi regulasi, namun memperingatkan agar fokus investasi tidak mengorbankan rakyat. “Jangan sampai demi investasi jalan, hak rakyat justru disingkirkan,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa tugas pemerintah itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. “Kalau reformasi hukum hanya berpihak pada modal, lalu siapa yang menjaga kepentingan lingkungan dan petani?” katanya.
Menurut Partai X, negara sah jika mampu menjalankan wewenangnya secara efisien, adil, dan berpihak pada rakyat.
Harmonisasi regulasi penting, tapi prinsip keadilan sosial dan perlindungan masyarakat tidak boleh dikorbankan.
“Jangan ulangi kesalahan Omnibus Law sebelumnya, yang diproses cepat tapi merugikan buruh dan petani,” ujar Rinto. Ia mendesak agar setiap perubahan hukum melibatkan partisipasi publik dan analisis dampak sosial yang transparan.
Partai X Minta Audit Sosial dan Lingkungan Sebelum Deregulasi Diterapkan
Partai X menyerukan audit terbuka terhadap dampak sosial dan lingkungan sebelum regulasi diubah demi investasi. “Kami tidak anti-investasi, tapi kami menolak jika rakyat dijadikan tumbal proyek besar,” kata Rinto.
Ia menilai kekuatan hukum tidak boleh digunakan hanya untuk memberi karpet merah pada investor, tapi juga sebagai tameng bagi warga desa, nelayan, dan kelompok adat. “Hukum bukan hanya alat investasi. Hukum adalah pelindung rakyat.”
Reformasi hukum memang penting, tapi orientasi utamanya harus tetap berpijak pada keadilan sosial. Negara tak hanya mengundang modal asing, tapi harus memastikan setiap kebijakan tidak membunuh kehidupan di akar rumput.