beritax.id – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta seluruh kepala daerah untuk tidak menggelar pesta mewah, baik dalam acara keluarga maupun kedinasan. Larangan ini disampaikan menyusul demonstrasi besar pada akhir Agustus 2025. “Tolong dijaga betul, termasuk acara pribadi. Laksanakan acara secara sederhana,” ujar Tito di Jakarta..
Selain larangan pesta, Tito juga menunda perjalanan ke luar negeri bagi kepala daerah. Ia menekankan agar pejabat tidak bergaya glamor agar tidak memicu kemarahan publik. Tito meminta kepala daerah rutin rapat bersama Forkopimda, duduk bersama tokoh masyarakat, serta menggelar doa lintas agama. Program pro rakyat seperti pasar murah dan bantuan sosial juga diminta digalakkan.
Psikolog UGM Novi Poespita Candra menilai pejabat gemar pamer harta dapat kehilangan kepekaan sosial. Menurutnya, perilaku flexing bisa menimbulkan kecanduan dan melupakan tanggung jawab sosial. Ia menegaskan pencapaian tertinggi pejabat seharusnya melayani masyarakat, bukan memamerkan harta. Novi menjelaskan pejabat yang mengejar pengakuan hanya mengutamakan dopamin, sementara abai pada kebermaknaan dan tanggung jawab moral.
Kritik Partai X
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute Prayogi R Saputra menegaskan larangan Mendagri merupakan teguran keras bagi pejabat. Menurutnya, rakyat sedang susah, sementara pejabat justru sibuk mempertontonkan kemewahan. Ia mengingatkan tugas negara ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. “Jika rakyat berjuang mencari makan, lalu pejabat berpesta, itu pengkhianatan terhadap konstitusi,” ujar Prayogi.
Partai X menegaskan rakyat adalah pemilik kedaulatan negara, sementara pejabat hanyalah pelayan. Negara harus dijalankan secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan serta kesejahteraan. Pemerintah bukanlah pejabat yang berhak pamer kekuasaan, melainkan pekerja rakyat yang wajib hidup sederhana.
Solusi Partai X
Partai X menawarkan langkah solutif menghadapi fenomena pejabat gemar pamer. Pertama, reformasi hukum berbasis kepakaran untuk membatasi ruang penyalahgunaan anggaran demi kepentingan pribadi. Kedua, transformasi birokrasi digital untuk memastikan transparansi dalam penggunaan anggaran acara kedinasan dan pribadi pejabat. Ketiga, musyawarah kenegarawanan nasional melibatkan intelektual, tokoh agama, budaya, dan TNI/Polri untuk merumuskan etika kepemimpinan baru. Keempat, pendidikan moral berbasis Pancasila wajib diperkuat agar pejabat memahami jabatan sebagai amanah, bukan alat pamer.
Rakyat Tak Boleh Jadi Penonton
Partai X menilai larangan pesta mewah harus dibarengi kebijakan konkret. Pejabat wajib hadir di tengah rakyat, membantu kebutuhan dasar mereka, bukan sekadar menunda pesta sementara. Jika pejabat hanya berpura-pura sederhana, rakyat tetap menjadi penonton penderitaan mereka sendiri.
Partai X menegaskan larangan Mendagri adalah langkah awal yang baik, tetapi belum cukup. Negara harus melindungi, melayani, dan mengatur rakyat, bukan melukai mereka dengan simbol kemewahan. Jika pejabat tak berubah, maka jurang antara penguasa dan rakyat semakin lebar, dan kemarahan publik tidak bisa lagi dibendung.