beritax.id – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengklaim program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan menjangkau 82,9 juta jiwa pada November 2025. Keyakinan ini disampaikan dalam Retret Kepala Daerah Gelombang II di IPDN, Sumedang, Jawa Barat. Menurut Dadan, percepatan distribusi dan pendidikan kepala dapur menjadi kunci untuk memperluas jangkauan MBG hingga ke daerah 3T (terpencil, terdepan, tertinggal).
Dadan menyebut capaian MBG per Juni 2025 baru menyentuh 6 persen atau 5,4 juta jiwa. Namun, ia optimistis lonjakan akan terjadi mulai Agustus 2025, seiring tuntasnya pelatihan 30.000 tenaga gizi. Pemerintah daerah juga diminta aktif menyukseskan program melalui penyediaan infrastruktur dan logistik.
MBG Angka Megah, Tapi Apakah Gizi Tercapai?
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menanggapi klaim BGN dengan skeptis. Ia menyebut angka jangkauan besar bukan jaminan efektivitas program.
“Angka 82 juta terdengar megah, tapi pertanyaannya: gizinya apa? Apakah rakyat hanya kenyang spanduk, lapar isi?” ucap Prayogi. Ia menyoroti kasus penyajian bahan mentah dan makanan ultra-proses yang tersebar di beberapa wilayah. Hal ini sebagai indikasi bahwa program belum berjalan sesuai prinsip intervensi gizi yang utuh.
Menurutnya, program MBG bukan sekadar soal jangkauan populasi, melainkan soal kualitas pangan dan keberpihakan pada hak dasar warga negara: gizi yang layak.
Partai X kembali menegaskan bahwa pemerintah wajib menjalankan tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
Program MBG hanya akan relevan bila prinsip tersebut dipenuhi dengan nyata. Bukan dengan retorika, tetapi melalui pengawasan ketat terhadap isi rantang dan distribusi.
Prayogi menyatakan, “Kalau pemerintah bangga karena 5,4 juta orang menerima makanan, padahal dalam praktiknya hanya diberi susu kotak dan mie instan, itu artinya kita gagal melihat esensi pelayanan publik.”
Solusi Partai X: Gizi Rakyat Butuh Kontrol Rakyat
Partai X mengusulkan pembentukan Dewan Gizi Daerah yang melibatkan tokoh masyarakat, ahli gizi, dan perwakilan rakyat. Tujuannya memastikan kualitas pangan MBG tak dikorbankan demi klaim politis.
Selain itu, pengawasan perlu diperkuat lewat digitalisasi berbasis transparansi, serta pendampingan lapangan yang bukan hanya administratif, tetapi juga edukatif.
Partai X juga mendorong kurikulum Sekolah Negarawan untuk mencetak pejabat daerah yang paham etika pelayanan dan prinsip gizi berbasis hak, bukan logika angka atau sekadar ‘serapan anggaran’.
Prayogi menyatakan, “Jika benar 82 juta orang akan menerima MBG, pastikan isinya bergizi, bukan cuma bergengsi. Jangan sampai program ini hanya menjadi alat pencitraan menuju Pilkada, tapi melupakan realitas perut rakyat.”Partai X akan terus mengawal implementasi MBG agar tidak menyimpang dari cita-cita pelayanan negara. Karena bagi Partai X, kesejahteraan bukan sekadar target statistik, melainkan hak hidup layak setiap warga negara.