beritax.id — Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono, menanggapi isu dugaan klaim budaya pacu jalur oleh warganet Malaysia. Ia menyebut tidak ada pernyataan resmi dari pemerintah Malaysia yang mengklaim pacu jalur sebagai warisan budaya mereka. Isu itu, menurutnya, kemungkinan hanya klaim individu atau hoaks tanpa dasar.
Namun ia juga mengakui bahwa kesamaan budaya antarwilayah Indonesia dan Malaysia kerap menimbulkan perdebatan daring yang tidak perlu. Hermono mengimbau agar masyarakat tidak mudah terpancing isu yang belum jelas asal-usulnya, karena berpotensi memperkeruh hubungan kedua negara.
Partai X: Budaya Bangsa Tidak Bisa Dibiarkan Mengambang di Wilayah Abu-abu
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai tanggapan diplomatik yang normatif dari pemerintah tak cukup untuk menyelamatkan identitas budaya bangsa.
Menurutnya, negara telah gagal jika budaya hanya dipertahankan secara simbolik, tanpa perlindungan hukum dan diplomasi budaya yang konkret.
“Kalau budaya saja bisa diklaim dan dicuri, berarti negara absen dalam fungsi utamanya: melindungi rakyat dan identitasnya,” tegasnya. Bagi Partai X, tugas negara bukan hanya menghadirkan klarifikasi, tetapi juga membangun sistem proteksi dan promosi budaya yang tegas, sistematis, dan tak kompromistis.
Rinto mengingatkan bahwa tugas pemerintah adalah tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketika budaya menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas rakyat, maka tanggung jawab perlindungannya adalah tugas negara. “Jangan sampai diplomasi budaya kita hanya heboh saat diklaim, tapi sepi saat promosi,” sindir Rinto.
Partai X menyebut bahwa budaya lokal seperti pacu jalur adalah aset strategis bangsa yang tak boleh dibiarkan berada dalam wilayah abu-abu diplomatik. Jika hari ini pacu jalur bisa diklaim tak resmi, besok bisa disahkan resmi oleh pihak asing yang lebih proaktif melindungi dan mendaftarkannya.
Solusi Partai X: Diplomasi Budaya Progresif dan Sistem Proteksi Global
Berdasarkan prinsip Partai X, negara adalah entitas yang terdiri dari wilayah, rakyat, dan pemerintah yang bertugas menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan untuk mewujudkan kedaulatan dan keadilan.
Maka, pengelolaan budaya bangsa harus berbasis regulasi, diplomasi, dan partisipasi aktif.
Partai X menawarkan empat langkah konkret:
- Inventarisasi Budaya Lokal Secara Digital dan Hukum.
Setiap kekayaan budaya lokal harus didata dan didaftarkan ke UNESCO maupun sistem hukum nasional. - Diplomasi Budaya Progresif – Kemenlu dan Kemendikbud harus punya strategi diplomasi budaya aktif, bukan hanya reaktif.
- Penguatan UU Perlindungan Budaya – Perlu revisi dan penguatan Undang-Undang tentang warisan budaya untuk menghadirkan perlindungan preventif dan represif.
- Kolaborasi Komunitas dan Pemerintah – Pemerintah harus melibatkan komunitas adat, seniman, dan pemuda dalam menyusun peta jalan promosi budaya.
Partai X mengingatkan bahwa budaya bukan sekadar artefak masa lalu. Tetapi aset strategis yang menentukan keberadaan suatu bangsa di panggung global. Jika negara tidak hadir dalam urusan budaya, maka tidak hanya identitas yang lenyap, tapi juga kedaulatan secara diam-diam digerus.
“Kita tidak ingin generasi mendatang tumbuh dengan budaya yang ditulis orang lain, diklaim negara lain, dan dibanggakan oleh bangsa lain,” tutup Rinto.