Mahkamah Agung (MA) tengah menghadapi krisis besar akibat kekurangan 1.995 hakim di tingkat Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT). Kondisi ini berpotensi menghambat proses hukum, memperpanjang penyelesaian perkara, serta menimbulkan ketidakadilan bagi pencari keadilan.
Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Badilum) MA, Bambang Myanto menyatakan, total kebutuhan hakim di Indonesia sebanyak 2.920 orang. Dari jumlah tersebut baru ada 925 orang calon hakim yang tengah mengikuti pendidikan.
“Sekarang calon hakim yang mengikuti pendidikan dan pelatihan 925 orang, kekuranggnya masih sekitar 2000-an hakim untuk sementara ini,” katanya, dikutip dari Kompas.com.
Kekurangan hakim ini bukan sekadar persoalan administratif, tetapi juga mengancam keberlanjutan sistem peradilan yang efektif. Penumpukan perkara semakin meningkat, sementara proses rekrutmen dan distribusi hakim berjalan lambat. Jika tidak segera diatasi, kepercayaan publik terhadap institusi peradilan dapat tergerus.
Krisis Hakim MA: Tiga Tugas Utama Negara yang Terabaikan
Menanggapi situasi ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan menegaskan, negara memiliki tiga tugas utama yakni, melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Dengan adanya kekosongan hampir dua ribu hakim, pemerintah dinilai gagal dalam memastikan akses keadilan bagi rakyatnya.
“Bagaimana rakyat bisa mendapatkan keadilan jika hakim saja tidak mencukupi? Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang terabaikan. Pemerintah harus segera bertindak karena ini bukan hanya soal jumlah hakim, tetapi juga tentang kredibilitas hukum di negeri ini,” tegasnya.
Prinsip Partai X: Pemerintahan yang Efektif, Efisien, dan Transparan
Partai X memandang pemerintah adalah sebagian kecil rakyat yang diberi kewenangan untuk menjalankan tugasnya secara efektif, efisien, dan transparan demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Namun, krisis hakim ini menunjukkan bahwa prinsip tersebut belum sepenuhnya diterapkan.
Menurut Rinto, negara yang baik adalah negara yang mampu menjalankan kewenangannya dengan benar, di mana hukum tidak hanya menjadi simbol tetapi benar-benar ditegakkan. “Seorang negarawan sejati seharusnya bersikap visioner dalam melihat permasalahan ini dan segera merumuskan solusi nyata,” ungkapnya.
Solusi Mendesak: Rekrutmen dan Reformasi Sistem Peradilan
Sebagai bentuk solusi, Partai X mendesak pemerintah untuk melakukan beberapa hal, di antaranya mempercepat rekrutmen hakim dengan memperbaiki sistem seleksi yang lebih cepat tanpa mengabaikan kualitas.
Kemudian, meningkatkan kesejahteraan hakim. Hal ini perlu, agar profesi ini semakin diminati dan mempertahankan integritasnya. Berikutnya, mereformasi distribusi hakim agar tidak terjadi ketimpangan di berbagai daerah.
Terakhir, pemerintah harus mengoptimalkan digitalisasi peradilan untuk mempercepat proses penanganan perkara. Dalm hal ini, Rinto juga menekankan, agar pemerintah sesegera mungkin menjalankan solusi-solusi tersebut, karena keadilan yang efektif adalah fondasi dari negara yang sejahtera.
“Tanpa langkah konkret, kekurangan hakim ini akan terus menjadi bom waktu yang mengancam stabilitas hukum di Indonesia,” pungkas Rinto.