beritax.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia mengungkapkan bahwa kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan kepala desa (kades) di Indonesia. Hal tersebut setiap tahun terus menunjukkan peningkatan signifikan. Termasuk tahun ini, di mana korupsi dana desa yang melibatkan kades meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Plt Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Sesjamintel) Kejagung RI, Sarjono Turin, menyampaikan bahwa berdasarkan data statistik penanganan perkara tindak pidana yang melibatkan kepala desa pada semester I 2025, sudah ada 489 kasus.
Menurut Sarjono, angka tersebut naik drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya:
- 2023: 184 kasus
- 2024: 275 kasus
- Januari–Juni 2025: 489 kasus
Dari total tersebut, 477 kasus merupakan tindak pidana korupsi, baik dilakukan secara kolektif. Seperti di Kabupaten Lahat maupun secara individual seperti di Nganjuk, Jawa Timur. Keterbatasan SDM Kejaksaan dan kondisi geografis menjadi tantangan utama dalam melakukan pengawasan desa.
Partai X: Negara Gagal Melindungi Rakyat Jika Desa Tidak Diawasi
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute Prayogi R Saputra menegaskan bahwa lonjakan korupsi kepala desa adalah bukti lemahnya fungsi negara dalam menjalankan tiga tugas utamanya melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
Menurut prinsip Partai X, pemerintah bukan pemilik negara. Tetapi hanya sebagian rakyat yang diberi mandat menjalankan kekuasaan secara efektif, efisien, dan transparan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
“Kalau sampai ratusan kepala desa korupsi setiap tahun, berarti sistem pengawasan kita tidak bekerja. Desa itu ujung tombak negara. Kalau ujung tombaknya rapuh, negara ikut runtuh,” ujar Prayogi.
Ia menegaskan, laporan statistik saja tidak cukup Kejaksaan harus menunjukkan tindakan nyata dan strategi baru, bukan hanya memperbarui angka kasus dari tahun ke tahun.
Analisis Partai X: Akar Masalah Ada pada Struktur, Bukan Sekadar Oknum
Partai X menilai ada tiga persoalan mendasar penyebab korupsi desa terus meningkat:
- Pengawasan Tidak Seimbang dengan Jumlah Desa
Dengan lebih dari 75.289 desa, pengawasan yang mengandalkan SDM kejaksaan di kabupaten jelas tidak memadai. - Sentralisasi Kekuasaan Desa Tanpa Kontrol Publik
Kades memegang kuasa anggaran yang besar, tetapi tidak dibekali sistem kontrol digital maupun audit real-time. - Birokrasi Manual yang Rawan Manipulasi
Proses administrasi dan pelaporan masih berbasis dokumen fisik sehingga membuka celah korupsi struktural.
Solusi Partai X: Tutup Celah dari Sistem, Bukan Hanya Tangkap Pelaku
Berangkat dari prinsip-prinsip dalam dokumen resmi Partai X, berikut solusi solutif dan realistis yang ditawarkan:
- Digitalisasi Total Pengelolaan Dana Desa
Partai X mendorong sistem digital yang terintegrasi mulai dari perencanaan, realisasi, hingga laporan belanja desa untuk memotong ruang permainan anggaran. Ini sejalan dengan konsep reformasi birokrasi digital untuk memutus rantai korupsi. - Pengawasan Kolaboratif Berbasis Masyarakat
Mengacu pada prinsip bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan. Partai X mengusulkan pembentukan Dewan Pengawasan Desa yang terdiri dari tokoh adat, akademisi, dan masyarakat setempat. - Pendidikan Etika Kenegaraan bagi Kades
Sebagaimana terdapat dalam program penyembuhan bangsa. Partai X mengusulkan pendidikan moral dan berbasis Pancasila bagi seluruh aparat desa untuk mencegah praktik penyalahgunaan wewenang. - Penambahan Unit Intelijen Desa di Kejaksaan
Untuk mengatasi keterbatasan jangkauan geografis. Kejaksaan perlu menambah unit intelijen berbasis wilayah, bukan sekadar kabupaten. - Amandemen Kebijakan Dana Desa Berbasis Kepakaran
Partai X mendorong revisi regulasi dana desa dengan pendekatan ilmiah, memastikan anggaran tidak menjadi komoditas kekuasaan
Partai X menegaskan bahwa desa adalah struktur paling dasar dalam negara. Ketika korupsi di level desa meningkat tajam, itu bukan hanya masalah moral, melainkan ancaman terhadap keadilan sosial dan stabilitas nasional.
“Negara tidak boleh hanya mencatat kenaikan angka korupsi desa. Negara harus hadir, mengawasi, dan menindak,” tegas Prayogi R Saputra.



