beritax.id – Presiden Prabowo Subianto berkomitmen menghapus sistem outsourcing dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day, Kamis (1/5/2025). Pernyataan ini disampaikan di hadapan massa buruh yang menuntut penghapusan sistem alih daya yang dianggap merugikan pekerja.
Outsourcing pertama kali dilegalkan melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. Aturan tersebut melegalkan perusahaan penyedia tenaga kerja, dengan syarat hanya untuk pekerjaan penunjang, bukan aktivitas utama atau proses produksi.
Namun dalam praktiknya, pekerja outsourcing kerap menjalankan fungsi inti perusahaan tanpa kepastian status maupun kesejahteraan. Ironisnya, pada Pilpres 2009, Megawati sempat berjanji akan menghapus sistem ini jika terpilih sebagai presiden. Kontrak dengan serikat buruh waktu itu digelar di Tugu Proklamasi, Karawang.
Partai X: Janji Harus Ditepati, Bukan Dibuang Saat Gagal
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mempertanyakan hilangnya tanggung jawab moral atas janji Megawati. “Dulu berjanji hapus outsourcing. Sekarang, sistem ini justru makin kuat. Janjinya ke mana?” tegas Rinto.
Ia menyebut praktik tersebut telah menggerus martabat kerja. “Pekerja dijadikan komoditas murah, bukan manusia yang harus dilindungi,” tambahnya. Rinto menilai bahwa sistem ini hanya memperkaya penyedia tenaga kerja dan membungkam hak pekerja untuk mendapatkan kejelasan status dan kesejahteraan.
Bagi Partai X, tugas pemerintah sangat jelas: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil. Outsourcing adalah bentuk pembiaran terhadap eksploitasi modern yang dilegalisasi melalui regulasi.
“Kalau negara tidak bisa lindungi pekerja dari ketidakpastian, lalu apa makna kehadiran pemerintah?” tanya Rinto. Ia menekankan bahwa sistem hukum yang melegalkan outsourcing tanpa kontrol ketat adalah cerminan ketidakberpihakan terhadap rakyat.
Rakyat Pemilik Negara, Pekerja Adalah Pilar, Bukan Beban
Partai X mengingatkan bahwa rakyat adalah pemilik negara dan pemerintah hanyalah pelaksana mandat. Jika negara gagal menjaga hak-hak pekerja, maka negara telah melanggar mandatnya.
“Negara bukan hanya tentang pertumbuhan ekonomi, tapi juga keadilan kerja,” ujar Rinto. Ia menilai pemerintah selama ini lebih mengutamakan kepentingan korporasi ketimbang melindungi pekerja yang berjuang setiap hari dalam ketidakpastian.
Partai X menolak sistem outsourcing karena melanggar prinsip keadilan sosial dan menjauhkan rakyat dari kesejahteraan yang hakiki. “Tidak ada reformasi ketenagakerjaan tanpa penghapusan outsourcing,” tegas Rinto.
Partai X mendorong pembentukan sistem kerja berbasis kepastian hukum, jaminan sosial universal, dan perlindungan terhadap status pekerja. “Jangan sampai outsourcing dijadikan warisan kegagalan lintas rezim yang terus dipertahankan,” tutup Rinto.