beritax.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil dua orang saksi dalam kasus dugaan gratifikasi pengadaan di MPR RI. Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (25/6/2025), atas nama Dyastasita Widya Budi dan Joni Jondriman.
Keduanya merupakan pejabat pembuat komitmen dan kepala pengadaan barang-jasa di Sekretariat Jenderal MPR RI tahun 2020. Pemeriksaan dilakukan sebagai bagian dari pengusutan penyidikan baru yang disebut telah menetapkan satu tersangka.
KPK Harus Ungkap Akar Gratifikasi, Bukan Sekadar Cabang
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menilai pengusutan KPK belum menyentuh persoalan struktural. KPK dinilai terlalu fokus memanggil saksi berulang kali, tanpa menyentuh aktor utama di belakang permainan anggaran.
“Setiap tahun ada saksi, tapi dalang di balik meja anggaran tak pernah tersentuh. Ini pola yang stagnan,” tegas Prayogi. Ia menekankan bahwa penegakan hukum tak bisa berhenti pada level administratif. Harus ada keberanian membongkar sistem dan jejaring kuasa yang menikmati aliran dana.
Partai X menegaskan kembali bahwa tugas pemerintah adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketika pemerintah gagal mengungkap praktik busuk di lembaga tinggi negara, maka mereka telah gagal menjalankan mandat konstitusi, jangan ada gratifikasi lagi.
Prinsip negara menurut Partai X menyatakan bahwa rakyat adalah pemilik negara. Maka anggaran MPR bukan milik pejabat, tapi hak kolektif rakyat yang harus diawasi.
Solusi Partai X: Sistem Kepakaran dan Sekolah Negarawan
Partai X menawarkan sistem kepakaran (expert system) untuk setiap tahapan pengadaan barang dan jasa. Proses pengadaan tak boleh hanya dikendalikan oleh birokrasi yang bisa dikompromikan oleh jaringan kekuasaan. Dengan melibatkan pakar independen, pengawasan akan jauh lebih transparan dan berbasis bukti, bukan selera penguasa.
Sekolah Negarawan juga menjadi fondasi utama Partai X dalam menyiapkan kader pemimpin dan birokrat. Lembaga ini bertujuan menanamkan integritas, kecakapan teknis, dan etika kenegaraan sejak dini.
“Tanpa kader negarawan, lembaga seperti MPR hanya jadi mesin stempel kepentingan kelompok. Itulah akar korupsinya,” ujar Prayogi.
KPK harus menjelaskan ke publik secara utuh, transparan, dan menyeluruh. Publik sudah jenuh dengan pola pemeriksaan berulang tanpa arah penyelesaian. Penetapan satu tersangka dengan angka Rp17 miliar tak akan cukup jika tidak diikuti dengan pembongkaran sistemnya.
“Partai X akan terus mendesak KPK untuk bertindak lebih struktural. Rakyat berhak tahu: uang mereka dikorupsi siapa dan untuk siapa,” tutup Prayogi.