beritax.id – Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sukamta menilai kerusuhan yang terjadi di Nepal menjadi pelajaran penting. Gedung DPR Nepal dibakar, pemerintahan diguncang, dan Perdana Menteri KP Sharma Oli mengundurkan diri. Akar masalah muncul dari kebijakan pemerintah Nepal yang sempat memblokir media sosial, memicu amarah publik. Meskipun kebijakan dicabut, gejolak rakyat sudah terlanjur meletus, terutama digerakkan oleh generasi muda Gen Z.
Sukamta menekankan, generasi muda kini tumbuh di dunia digital yang penuh keterbukaan informasi. Mereka menolak basa-basi, menuntut data yang jelas, transparansi anggaran, serta akses nyata pada pendidikan, pekerjaan, dan lingkungan sehat. Menurutnya, pejabat publik harus berhati-hati berbicara, menjaga keaslian, serta menepati janji. Transparansi bukan hanya wacana, melainkan tindakan konkret yang menyentuh kehidupan rakyat.
Kritik Partai X: Rakyat Perlu Kepastian, Bukan Sekadar Refleksi
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa rakyat tidak butuh sekadar pelajaran. Rakyat menghendaki aksi nyata dari pemerintah yang melindungi, melayani, dan mengatur mereka dengan adil. Refleksi tanpa solusi hanya akan memperpanjang ketidakpuasan publik. Bagi Partai X, peringatan dari Nepal harus diterjemahkan menjadi reformasi menyeluruh, bukan sekadar renungan pejabat.
Prinsip Partai X dalam Menata Negara
Partai X meyakini, pemerintah hanyalah bagian kecil dari rakyat yang diberi mandat untuk bekerja. Negara wajib mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pejabat. Kedaulatan rakyat harus diwujudkan melalui perlindungan, pelayanan, dan pengaturan yang adil. Negara sejati tidak hanya merespons gejolak, tetapi hadir lebih dulu mencegahnya dengan kebijakan pro-rakyat.
Solusi Partai X untuk Mencegah Gejolak Publik
Sebagai solusi, Partai X menegaskan perlunya reformasi birokrasi digital agar transparansi data dan anggaran dapat dipantau publik. Pemerintah juga harus memperkuat pendidikan politik sejak dini agar generasi muda memahami hak dan kewajibannya. Selain itu, musyawarah kenegarawanan yang melibatkan intelektual, tokoh agama, tokoh adat, serta TNI/Polri penting dilakukan untuk merumuskan kebijakan jangka panjang. Dengan langkah konkret tersebut, rakyat mendapatkan kepastian bahwa negara hadir, bukan sekadar memberi pelajaran.