beritax.id – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana memanggil pihak TikTok dan Meta untuk membahas maraknya konten disinformasi, fitnah, dan kebencian (DFK) di media sosial. Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono menyatakan dukungan penuh terhadap langkah tersebut. Menurutnya, platform digital harus bertanggung jawab secara sistemik, bukan hanya reaktif.
Dave menegaskan, teknologi yang dimiliki TikTok maupun Meta mampu mendeteksi konten buatan artificial intelligence. Karena itu, ia mendesak agar penindakan bisa dilakukan lebih cepat, transparan, dan tidak sekadar simbolik. Namun ia juga mengingatkan bahwa maraknya konten DFK bisa mengganggu keamanan nasional, menurunkan kualitas demokrasi, serta merusak iklim kebebasan berekspresi.
Partai X Kritik Fokus Pemerintah
Wakil Jenderal Partai X, Aziza Mukti, menilai pemanggilan platform digital itu menunjukkan pemerintah lebih sibuk menjaga citra dibanding mengurus kesejahteraan rakyat. Ia menegaskan, tugas negara sejatinya hanya tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
Menurut Aziza, masalah konten hanyalah permukaan dari persoalan bangsa yang jauh lebih besar, yakni kegagalan negara memenuhi kebutuhan dasar warganya. Pendidikan mahal, harga pangan tinggi, dan akses kesehatan tidak merata adalah kerusakan mendasar yang justru jarang disentuh oleh pemerintah.
Prinsip Partai X
Partai X menegaskan bahwa pemerintah bukanlah pejabat yang berkuasa, melainkan pelayan rakyat yang digaji untuk bekerja. Rakyat adalah pemilik kedaulatan negara, sehingga kebijakan digital maupun non-digital seharusnya berorientasi pada kepentingan publik, bukan sekadar kepentingan pejabat.
Negara, menurut prinsip Partai X, tidak boleh dikacaukan dengan pemerintah. Negara adalah entitas yang terdiri dari wilayah, rakyat, dan pemerintah yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial. Sementara pemerintah hanyalah sopir bus, yang harus tunduk pada arah yang ditentukan rakyat sebagai pemilik.
Solusi Partai X
Partai X menilai, akar masalah disinformasi bukan hanya pada platform digital, melainkan pada sistem pemerintahan dan ketatanegaraan yang rusak. Karena itu, Partai X menawarkan solusi konkret. Pertama, reformasi hukum berbasis kepakaran agar hukum tidak bisa dibeli, termasuk kasus penyebaran konten bermuatan kebencian. Kedua, transformasi birokrasi digital untuk meningkatkan transparansi serta menutup celah manipulasi informasi. Ketiga, pendidikan politik di sekolah agar generasi muda tidak mudah termakan hoaks dan fitnah.
Selain itu, Partai X menegaskan perlunya musyawarah kenegarawanan nasional bersama empat pilar: intelektual, agama, TNI/Polri, dan budaya, untuk mendesain ulang struktur ketatanegaraan. Dengan cara ini, demokrasi dapat kembali sehat, informasi tidak lagi dikuasai segelintir pihak, dan rakyat tidak lagi menjadi korban narasi palsu.
Aziza Mukti menegaskan, pemerintah seharusnya lebih serius menyelesaikan akar penderitaan rakyat ketimbang sibuk mengejar pencitraan digital. “Kesejahteraan publik jauh lebih penting daripada sekadar image pejabat di media sosial,” pungkasnya.