beritax.id – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP siap menggugat Undang Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP) baru ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan melapor ke badan HAM PBB International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR).
Direktur organisasi yang tergabung dalam koalisi itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengatakan koalisi akan mempertimbangkan langkah tersebut jika Presiden Indonesia Prabowo Subianto tak mengambil langkah membatalkan atau merevisi pasal bermasalah di KUHAP.
Partai X: Tugas Negara Tiga Melindungi, Melayani, dan Mengatur Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menegaskan bahwa setiap produk hukum, apalagi yang memayungi proses pidana, harus kembali pada tugas fundamental negara melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat bukan menakut-nakuti rakyat.
Menurut Rinto, negara tidak boleh menjadikan hukum sebagai stempel administratif atau alat kekuasaan. Dalam prinsip Partai X, pemerintah hanyalah sebagian kecil dari rakyat yang diberi kewenangan, dan kewenangan itu wajib dijalankan secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan. Rakyat adalah pemilik negara; aparat penegak hukum bukan “penguasa”, melainkan pelayan rakyat.
“Jika KUHAP justru membuka ruang penyalahgunaan kewenangan, itu bertentangan dengan ruh hukum dan prinsip negara. Hukum tidak boleh menjadi formalitas yang merugikan rakyat,” tegas Rinto.
Kritik Partai X terhadap KUHAP Baru
Partai X menilai setidaknya tiga persoalan mendasar perlu diperhatikan:
a. Perluasan Kewenangan Tanpa Pengawasan
Kewenangan aparat bertindak tanpa surat perintah dan pembekuan aset tanpa standar pengawasan jelas rawan disalahgunakan dan bertentangan dengan prinsip keadilan sosial.
b. Risiko Kriminalisasi Pembela HAM
Ketidakjelasan batas “kondisi mendesak” dapat membuka ruang kriminalisasi terhadap aktivis, jurnalis, atau pembela HAM bertentangan dengan prinsip negara yang bertugas melindungi rakyat.
c. Kesalahan Teknis dan Substansi
Temuan 48 kesalahan rujukan pasal merupakan bukti lemahnya ketelitian regulasi dan membahayakan proses peradilan yang seharusnya pasti dan akuntabel.
Solusi Partai X: Hukum untuk Keadilan, Bukan Ketakutan
Berangkat dari prinsip negara dan menurut Partai X, berikut solusi konkret yang ditawarkan:
1. Audit Substansi dan Kepakaran
Setiap pasal KUHAP baru harus diaudit ulang oleh tim ahli independen, terutama di bidang HAM, prosedur pidana, dan tata negara. Regulasi hukum tidak boleh dibiarkan mengandung celah kriminalisasi.
2. Revisi Berbasis Pancasila Operasional
Pemerintah harus menafsirkan ulang Pancasila sebagai pedoman operasional, bukan slogan.
Pasal-pasal yang berpotensi menekan kebebasan sipil harus disesuaikan dengan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta Keadilan Sosial.
3. Digitalisasi dan Transparansi Proses Penyidikan
Untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan, Partai X mengusulkan platform digital terintegrasi yang mencatat setiap tindakan aparat, termasuk alasan hukum, waktu, dan batas kewenangannya.
4. Perpanjangan Masa Transisi dan Pendidikan Aparat
Pemberlakuan KUHAP Januari 2026 terlalu cepat. Perlu masa transisi lebih panjang disertai pelatihan aparat agar implementasi tidak keliru dan tidak merugikan rakyat.
5. Keterlibatan Publik dalam Revisi
Partai X mendorong dialog nasional melibatkan akademisi, advokat, lembaga HAM, dan masyarakat. Hukum harus lahir dari musyawarah kenegarawanan, bukan penyusunan penguasa.
Partai X menegaskan bahwa hukum pidana adalah jantung negara hukum. Karena itu, KUHAP yang bermasalah bukan sekadar isu administratif, tetapi ancaman terhadap keadilan dan keselamatan rakyat.
“Hukum bukan untuk ditakuti, tapi untuk melindungi. Negara harus hadir dengan bijak, bukan dengan kekuasaan yang berlebihan,” tutup Rinto Setiyawan.



