beritax.id – Usulan pembatasan masa jabatan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal partai politik hanya satu periode, disampaikan oleh penulis buku “Pergerakan Menuju Pembaharuan Nusantara”, Sri Harjono. Hal ini menurutnya penting demi mencegah terjadinya kepemilikan partai oleh satu orang atau keluarga. Dalam acara bedah buku di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Harjono menyebut sistem pemerintahan Indonesia pasca reformasi justru semakin menyuburkan kekerabatan dan loyalitas buta, bukan meritokrasi.
Ia menilai kecenderungan partai yang dikendalikan secara personal telah mengakibatkan jabatan publik lebih ditentukan oleh kedekatan pada pimpinan partai, bukan berdasarkan kapasitas. Akibatnya, alokasi APBN dan APBD kerap melenceng dari prioritas rakyat. Harjono menekankan perlunya pembatasan tegas terhadap masa jabatan pejabat partai sebagai langkah awal pembaruan sistem demokrasi di Indonesia.
Partai X: Rakyat Butuh Kepastian, Bukan Wacana Pejabat yang Cepat Dilupakan
Menanggapi hal tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyatakan bahwa usulan pembatasan satu periode jabatan adalah langkah awal yang baik. Namun harus diikuti tindakan nyata. “Jangan sampai usulan ini hanya hidup sebentar lalu mati muda,” tegas Prayogi.
Ia mengingatkan bahwa tugas pemerintah itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Menurutnya, jika partai masih dikuasai oleh satu figur kuat, maka kebijakan yang lahir tak akan berpihak kepada rakyat, melainkan kepada oligarki. Maka, langkah pembatasan jabatan bukan sekadar reformasi struktural, tapi merupakan koreksi menyeluruh terhadap penyimpangan fungsi partai politik.
Partai X menegaskan, politik adalah alat perjuangan untuk mendapatkan kewenangan demi keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Ketika partai berubah menjadi aset pribadi, maka hanya akan menjadi kendaraan dagang kekuasaan. Sistem yang berpihak pada rakyat hanya bisa dibangun melalui mekanisme rekrutmen berbasis meritokrasi, bukan patronase.
Partai X mengusulkan agar negara membedakan fungsi lembaga negara dan lembaga pemerintah secara jelas. Pemerintah hanyalah pelaksana kebijakan yang ditentukan rakyat sebagai pemilik negara. Tanpa pembatasan masa jabatan, yang terjadi adalah konsolidasi kekuasaan yang tak terbatas dan berulang.
Solusi Partai X: Amandemen UUD, Reformasi Sistem, dan Sekolah Negarawan
Sebagai solusi konkret, Partai X mengajukan langkah penyembuhan bangsa, termasuk pembubaran partai yang tidak melakukan pendidikan politik, reformasi hukum berbasis kepakaran, serta revisi sistem. Sekolah Negarawan yang diinisiasi X-Institute juga disebut sebagai upaya sistemik mencetak pemimpin yang visioner dan berintegritas.
“Negarawan itu bukan pemilik partai, tapi pelayan rakyat. Pembatasan masa jabatan hanya satu langkah. Selanjutnya, kita harus ubah cara berpikir, cara rekrutmen, hingga cara negara mendidik politisinya,” tutup Prayogi.
Penegasan Partai X: Demokrasi Butuh Etika, Bukan Sekadar Pemilu
Menurut Partai X, demokrasi yang sehat bukan hanya soal siapa yang menang pemilu. Tapi bagaimana kekuasaan dikelola secara adil, terbuka, dan bisa diganti. Untuk itu, wacana pembatasan jabatan partai harus segera dibawa ke jalur legislasi formal. Lalu diikuti dengan kesediaan partai-partai membenahi diri secara internal.
Karena demokrasi yang bermartabat tak akan tumbuh di atas tahta kepemimpinan yang tak mau diganti. Maka, sebagaimana rakyat berhak mengganti pemerintah, demikian pula kader berhak mengganti pemimpinnya. Bukan dengan makar, tapi melalui mekanisme adil yang dijamin konstitusi.