beritax.id – Langkah kaki Tri Krisna Mukti, pemuda 20 tahun yang kini menjabat Ketua RW 02 Pademangan Barat, membawanya ke Istana Wakil Presiden. Di hadapannya berdiri Wakil Presiden Gibran Rakabuming, sosok yang lama ia kagumi. Pertemuan mereka bukan semata silaturahmi biasa, melainkan mengandung pesan yang tersirat kuat. Gibran, dengan gaya khasnya, memberi wejangan agar Krisna bekerja nyata dan tidak gentar terhadap pandangan sinis.
Partai X: Demokrasi Butuh Substansi, Bukan Pertunjukan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menanggapi pertemuan itu dengan penuh kehati-hatian. Menurutnya, demokrasi bukanlah panggung pencitraan, apalagi bila dibalut dalam kemasan pertemuan simbolik antara pejabat dan rakyat. “Yang sulit bukan mengundang pemuda ke istana, tapi menciptakan sistem demokrasi yang berpihak pada rakyat,” ujarnya. Rinto menekankan bahwa negara memiliki tiga tugas utama yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat untuk keadilan.
Rinto mempertanyakan, apakah pertemuan Gibran dan Krisna mencerminkan keberpihakan sejati terhadap generasi muda? Ataukah hanya dijadikan bagian dari kampanye pencitraan kekuasaan? “Kalau ingin anak muda bangkit, jangan beri panggung, beri sistem yang adil, ruang yang setara, dan akses terhadap pendidikan serta penghidupan,” tegasnya. Ia mengingatkan, pemuda harus menjadi penggerak perubahan berbasis rakyat, bukan sekadar simbol harapan kosong.
Menurut Partai X, pemerintah adalah sebagian kecil rakyat yang diberi mandat mengatur negara secara transparan demi kesejahteraan rakyat. Negara harus berjalan efektif, efisien, dan adil bagi semua. Pemimpin sejati bukan yang pandai bicara di panggung, tetapi yang mampu menjamin sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan rakyat.
Solusi Partai X: Demokrasi Substantif, Bukan Seremonial
Partai X menilai solusi atas kehampaan demokrasi hari ini adalah menghidupkan kembali mekanisme partisipasi rakyat dalam pengambilan kebijakan. Pendidikan kewarganegaraan harus diperluas hingga tingkat RT, anggaran desa dan kelurahan mesti transparan dan partisipatif, serta kepemimpinan muda harus dibina melalui jalur meritokrasi, bukan koneksi. “Kita perlu sistem yang memberi ruang pada pemuda kritis, bukan hanya pemuda yang patuh,” pungkas Rinto.
Partai X menegaskan bahwa demokrasi sejati hanya hidup bila rakyat menjadi aktor utama, bukan penonton pertunjukan pejabat. Dalam narasi pertemuan Gibran dan Krisna, publik diajak melihat bukan sekadar pertemuan, tapi struktur yang lebih besar mengenai apakah pemuda diberi ruang substansial, atau hanya diorbitkan demi wacana pencitraan kekuasaan? Rakyat butuh kepemimpinan yang otentik, bukan panggung drama demokrasi semu.