beritax.id — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Timur, Mohammad Yasin, terkait kasus korupsi pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jatim tahun anggaran 2019–2022.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan pemeriksaan tersebut dilakukan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/10/2025). “Pemeriksaan terkait dugaan tindak pidana korupsi pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jatim tahun anggaran 2021–2022,” ujar Budi.
Hingga kini, KPK telah menetapkan 21 tersangka dalam kasus ini, termasuk mantan Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi serta dua wakil ketua, Anwar Sadad dan Achmad Iskandar. Mereka diduga menjadi pihak penerima suap dari pengusaha dan pihak swasta yang menyalurkan dana hibah pokmas.
Partai X: Negara Harus Lindungi Dana Publik, Bukan Menjadi Bagi-bagi Kekuasaan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai pemanggilan Kepala Bappeda Jatim ini menandai betapa dalamnya korupsi telah merasuki sistem birokrasi daerah. Ia menegaskan, dana hibah seharusnya menjadi instrumen pembangunan rakyat, bukan alat barter kekuasaan.
“Tugas negara itu tiga loh: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tapi faktanya, dana untuk rakyat malah dijadikan bancakan pejabat,” tegas Rinto.
Menurutnya, rakyat Jawa Timur telah lama menanggung dampak dari penyalahgunaan dana hibah. Banyak kelompok masyarakat yang seharusnya menerima manfaat justru kehilangan haknya akibat permainan kekuasaan dan birokrasi busuk.
Prinsip Partai X: Transparansi dan Keberpihakan pada Keadilan Sosial
Partai X menegaskan bahwa setiap dana publik harus dikelola secara transparan dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Pengawasan tak boleh berhenti pada laporan administratif, tetapi harus berbasis partisipasi masyarakat.
Dalam prinsipnya, Partai X menolak segala bentuk manipulasi dana publik yang mengkhianati asas keadilan sosial. Negara harus hadir untuk memastikan setiap rupiah dari APBD digunakan tepat sasaran, tanpa intervensi kepentingan individu.
“Pemerintah yang sehat adalah yang mengelola anggaran dengan nurani, bukan dengan niat mencari keuntungan,” bunyi prinsip Partai X.
Solusi Partai X: Reformasi Hibah, Akuntabilitas Terbuka, dan Partisipasi Publik
Partai X menawarkan langkah konkret agar skandal serupa tidak terulang. Pertama, mewajibkan publikasi terbuka seluruh penerima hibah. Setiap pokmas harus terdaftar secara digital dan dapat diakses publik melalui portal transparansi daerah.
Kedua, membentuk lembaga independen pengawas hibah di bawah koordinasi Ombudsman dan KPK, dengan melibatkan unsur masyarakat sipil serta akademisi.
Ketiga, menerapkan sistem audit berbasis teknologi. Semua aliran dana hibah wajib tercatat dalam sistem terintegrasi yang diawasi langsung oleh BPKP dan KPK secara real time.
Keempat, menghapus budaya “balas jasa kekuasaan” dalam distribusi hibah. Penunjukan penerima harus melalui verifikasi objektif, bukan loyalitas terhadap partai atau pejabat tertentu.
Kelima, pendidikan etika birokrasi wajib diterapkan bagi seluruh pejabat publik, terutama di daerah. “Integritas tak bisa dibentuk dengan regulasi, tapi dengan pembiasaan moral dalam setiap kebijakan,” tulis Partai X.
Partai X menegaskan, dana hibah seharusnya menjadi jembatan bagi keadilan sosial. Namun, ketika uang rakyat justru menjadi sumber korupsi, maka negara gagal menjalankan tanggung jawab konstitusionalnya.