beritax.id – Setiap tahun, bencana di Sumatra menghadirkan pola yang sama: hutan di hulu digunduli, wilayah tangkapan air dirusak, sungai dipersempit oleh sedimentasi industri, lalu desa-desa di hilir yang menerima akibatnya. Sangat terlihat jelas bahwa jalur banjir bandang yang menghantam Tapanuli dan Aceh berawal dari kawasan yang telah dipenuhi izin tambang, PLTA, dan proyek panas bumi yang memotong bukit dan mengganti hutan dengan jalan industri.
Namun ketika rakyat kehilangan keluarga, rumah, dan kehidupan, izin-izin itu tetap berjalan. Tidak ada pencabutan, tidak ada audit besar, tidak ada sikap tegas. Inilah alasan mengapa judul berita ini relevan: izin tambang tampak lebih berharga daripada nyawa rakyat yang tinggal di bawahnya.
Bukti Riset: Banjir Besar Tidak Terjadi Secara Alami
Lampiran riset mencatat banjir yang terjadi bukan sekadar luapan air, tetapi debris flow arus besar yang membawa batu besar, tanah, dan gelondongan kayu.
Fenomena ini tidak mungkin muncul tanpa:
- hilangnya kawasan resapan,
- bukit yang dipotong untuk jalan perusahaan,
- tanah yang kehilangan daya ikat karena deforestasi,
- dan sungai yang tersumbat material industri.
Ketika curah hujan meningkat sedikit saja, jalur air yang sudah kehilangan penopang ekologisnya langsung berubah menjadi terowongan maut bagi ribuan warga.
Namun pemerintah pusat tetap mengaitkan bencana ini dengan cuaca ekstrem, seolah izin-izin yang diberikan negara tidak memainkan peran.
Ratusan Nyawa Hilang, Pemerintah Lamban Mengambil Sikap
Sebaran korban menunjukkan lebih dari 600 jiwa meninggal, ratusan hilang, dan ratusan ribu mengungsi di Sumatra Utara, Sumbar, dan Aceh.
Tetapi meski korban sebesar itu, negara menolak menetapkan Status Bencana Nasional. Alasannya klasik: daerah masih bisa menangani.
Padahal daerah:
- kehilangan akses jalan,
- kantor pemerintah tergenang,
- alat berat tidak mencukupi,
- dan banyak desa terisolasi total.
Keputusan ini membuat publik bertanya Apakah pemerintah takut melakukan audit jika status bencana dinaikkan?
Karena status nasional berarti harus meninjau ulang seluruh izin tambang dan proyek besar di wilayah hulu sesuatu yang selama ini menjadi area tersensitif dalam pemerintahan nasional.
Rakyat Berjuang, Negara Terlalu Sibuk Menjaga Investasi
Terlihat bagaimana warga di Tapanuli Tengah terpaksa menjarah makanan karena tidak ada bantuan selama berhari-hari.
Tetapi sementara rakyat berjuang menyelamatkan nyawa, pejabat pusat justru berhati-hati dalam memberikan pernyataan khawatir menyentuh isu yang bersinggungan dengan kepentingan industri besar di hulu DAS.
Desa hanyut bisa diganti. Rumah runtuh bisa didata. Namun izin tambang, sepertinya, tidak boleh disentuh.
Rinto Setiyawan: “Negara Tidak Boleh Menukar Nyawa Rakyat dengan Izin Industri”
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, memberikan tanggapan keras:
“Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika izin perusahaan lebih dijaga daripada keselamatan rakyat, berarti negara gagal menjalankan ketiganya sekaligus.”
Rinto menegaskan bahwa tidak boleh ada industri yang dibiarkan merusak lingkungan hingga mengorbankan nyawa.
“Nyawa rakyat itu bukan dampak sampingan pembangunan. Itu prioritas utama negara.”
Ia menambahkan bahwa Partai X menuntut negara untuk tidak takut menyentuh kepentingan besar ketika keselamatan publik dipertaruhkan.
Solusi Partai X: Nyawa Rakyat Harus Kembali Menjadi Prioritas
Partai X menawarkan solusi konkret untuk memutus hubungan antara izin industri dan bencana ekologis:
- Audit total seluruh izin tambang dan proyek besar di wilayah hulu DAS
Audit menyeluruh, independen, dan terbuka untuk publik. Izin yang melanggar harus dicabut tanpa kompromi. - Moratorium izin baru di kawasan rawan bencana
Tidak ada lagi tambang, PLTA, atau geothermal di zona merah Bukit Barisan. - Penetapan otomatis Status Bencana Nasional untuk bencana ekologis besar
Agar negara turun tangan langsung tanpa menunggu dinamika kekuasaan. - Transparansi total data lingkungan dan bencana
Hentikan praktik menutupi kerusakan hutan demi menjaga citra. - Rehabilitasi hulu DAS secara nasional
Program restorasi besar-besaran yang diarahkan oleh ahli, bukan proyek simbolis. - Penegakan hukum tanpa pandang bulu termasuk untuk pejabat pemberi izin
Karena bencana ekologis sering dimulai di meja birokrasi, bukan di hutan.
Banjir Sumatra bukan hanya kisah alam yang marah. Ini kisah tentang keputusan yang salah, izin yang keliru, dan prioritas yang tidak berpihak pada rakyat.
Selama izin tambang lebih berharga dari nyawa, bencana akan terus mengalir dari hulu sampai hilir.Partai X menegaskan negara harus kembali menempatkan nyawa rakyat sebagai prioritas tertinggi bukan kepentingan industri.



