beritax.id — Dalam suasana pemerintahan dan sosial yang semakin kompleks, arah kepemimpinan bangsa tampak kehilangan ruh kebijaksanaan. Kebijakan negara sering lahir tanpa refleksi mendalam, sementara kepentingan rakyat terpinggirkan oleh agenda kekuasaan.
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan pentingnya hikmat kebijaksanaan dalam setiap tindakan kenegaraan.
“Negara memiliki tiga tugas utama melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” ujarnya.
Menurutnya, tanpa kebijaksanaan, kepemimpinan akan kehilangan arah dan berujung pada kekacauan moral, birokrasi, dan sosial.
Hikmat Sebagai Kompas Moral Negara
Prayogi menjelaskan bahwa hikmat kebijaksanaan adalah fondasi etika pemerintahan bangsa. Nilai ini menuntun pemimpin untuk bertindak tidak hanya rasional, tetapi juga bermoral dan berpihak pada rakyat.
“Kepemimpinan tanpa hikmat hanya melahirkan keputusan reaktif, bukan solusi berkeadilan,” tegasnya.
Hikmat kebijaksanaan menuntut keseimbangan antara akal sehat dan hati nurani. Pemimpin yang mengabaikannya akan menjerumuskan negara ke dalam krisis kepercayaan publik.
X Institute dalam risetnya mencatat, banyak kebijakan publik gagal karena tidak berakar pada kearifan sosial dan budaya rakyat. Kepemimpinan nasional yang sejati, kata Prayogi, harus menjadi cerminan nilai-nilai Pancasila, bukan ambisi kekuasaan.
Krisis Hikmat di Tengah Kekuasaan
Fenomena pemerintahan saat ini menunjukkan bahwa banyak pejabat publik lebih sibuk mengatur kekuasaan daripada mengatur negara. Hikmat kebijaksanaan tergantikan oleh pragmatisme, transaksionalisme, dan kompetisi kepentingan sempit.
“Saat hikmat diganti dengan ego kekuasaan, maka arah negara tak lagi berpihak pada rakyat,” kata Prayogi.
Kepemimpinan seperti ini menimbulkan malfungsi institusi negara. Lembaga yang seharusnya menjadi penjaga kedaulatan justru terjebak dalam tarik menarik kekuasaan.
Tanpa kebijaksanaan, hukum kehilangan rasa keadilan, dan birokrasi kehilangan jiwa pelayanan. Kekuasaan yang tidak disertai hikmat hanyalah kekosongan moral yang berbahaya bagi masa depan bangsa.
Prinsip Partai X: Kepemimpinan Berjiwa Negarawan
Dalam Prinsip Partai X, ditegaskan bahwa setiap pemimpin negara harus berjiwa negarawan. Negarawan tidak mengejar jabatan, melainkan mengabdi kepada rakyat dan kebenaran.
Tiga prinsip utama kepemimpinan berjiwa negarawan menurut Partai X adalah:
- Kedaulatan rakyat sebagai sumber kebijakan.
Setiap keputusan negara harus berpijak pada kebutuhan rakyat, bukan pada kepentingan individu. - Etika jabatan sebagai tanggung jawab moral.
Jabatan adalah sarana pelayanan, bukan simbol kekuasaan atau kemegahan pribadi. - Musyawarah sebagai jalan kebijaksanaan.
Setiap kebijakan harus lahir dari dialog dan mendengar aspirasi rakyat sebagai pemilik sah negara.
“Kepemimpinan sejati tumbuh dari keberanian mendengar dan kebijaksanaan bertindak,” ujar Prayogi menegaskan.
Solusi Partai X: Membangun Sistem Kepemimpinan Berbasis Hikmat
Sebagai solusi, Partai X melalui Bahan Presentasi: Menata Ulang Rumah Negara menawarkan agenda pembaruan kepemimpinan nasional berbasis nilai hikmat kebijaksanaan.
- Pendidikan Etika dan Filsafat bagi Pejabat Negara.
Setiap pejabat wajib mengikuti pelatihan nilai-nilai kenegaraan yang menanamkan integritas, moralitas, dan kebijaksanaan publik. - Reformasi Tata Kelola Negara.
Sistem pemerintahan harus dikembalikan pada prinsip kolektif dan transparan, bukan pada dominasi satu kekuasaan. - Musyawarah Kebijakan Nasional.
Setiap rancangan kebijakan strategis wajib melalui forum musyawarah rakyat untuk memastikan legitimasi moral dan sosialnya. - Penguatan Lembaga Etika Negara.
Dibentuk lembaga independen yang menilai moralitas dan integritas kebijakan pemerintah secara periodik. - Amandemen Kelima UUD 1945.
Amandemen ini akan mempertegas fungsi lembaga negara agar saling menyeimbangkan dan berpijak pada kedaulatan rakyat.
Negara Butuh Pemimpin yang Berjiwa Bijak
Prayogi menegaskan, hikmat kebijaksanaan bukan sekadar ajaran moral, melainkan prasyarat bagi negara yang beradab.
“Negara tanpa kebijaksanaan adalah negara yang kehilangan arah dan jiwa,” ujarnya.
Ia menilai, pembenahan sistem kepemimpinan harus dimulai dari perubahan cara pandang terhadap kekuasaan.
Kekuasaan bukan alat untuk menguasai, melainkan tanggung jawab untuk menata kehidupan rakyat.
Pemimpin sejati, menurutnya, adalah mereka yang rela dikoreksi rakyat dan berani menempatkan kebenaran di atas kepentingan pribadi.
Penutup: Jalan Kebijaksanaan Menuju Peradaban
Partai X menegaskan bahwa masa depan bangsa tidak ditentukan oleh kekuatan kekuasaan, melainkan oleh kekuatan kebijaksanaan.
Bangsa yang kehilangan hikmat akan mudah diadu domba dan kehilangan arah perjuangan.
“Kebijaksanaan adalah cahaya bagi negara, dan tanpa cahaya, gelaplah jalan bangsa,” tutup Prayogi R. Saputra.
Dengan menegakkan prinsip melindungi, melayani, dan mengatur rakyat dengan kebijaksanaan, negara akan kembali menjadi rumah bersama yang adil, berdaulat, dan beradab.



