beritax.id — Menteri Agama Nasaruddin Umar menilai pemberitaan media tentang kejahatan seksual di pesantren terlalu dibesar-besarkan. Ia menyebut jumlah kasus sebenarnya kecil, namun media menggambarkannya seolah-olah meluas. Menurutnya, pemberitaan itu berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap pesantren yang telah berperan besar dalam pendidikan bangsa. “Jangan sampai perjuangan para kyai dan santri yang sudah ratusan tahun rusak karena isu ini,” kata Nasaruddin.
Namun data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan fakta berbeda. Sepanjang tahun 2024, terdapat 573 kasus kekerasan di dunia pendidikan. Dari jumlah itu, 42 persen merupakan kasus pencabulan, dan 36 persennya terjadi di lembaga pendidikan berbasis agama, termasuk pesantren. Data tersebut menegaskan bahwa masalah ini bukanlah hal sepele, melainkan darurat yang menuntut penegakan hukum nyata.
Fakta Lapangan Tak Bisa Diabaikan
Kasus kekerasan seksual di pesantren terjadi berulang di berbagai daerah. Sepanjang 2024 hingga 2025, tercatat puluhan santri menjadi korban pelecehan oleh pengasuh dan guru pesantren. Tragedi ini bukan sekadar pelanggaran moral, tetapi bentuk nyata dari kelalaian pengawasan negara terhadap lembaga pendidikan berbasis keagamaan. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian, bahkan menegaskan perlunya kurikulum anti kekerasan seksual di pesantren agar tragedi semacam ini tidak terus terulang.
Partai X: Negara Jangan Bungkam Kebenaran
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai pernyataan Menteri Agama justru berbahaya karena berpotensi membungkam peran media. “Tugas negara itu tiga loh — melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” tegasnya. Rinto menambahkan, bukan media yang harus disalahkan, melainkan sistem pengawasan dan penegakan hukum yang lemah. Ia menegaskan, media adalah pilar demokrasi yang wajib dilindungi agar kebenaran tidak terkubur oleh kepentingan kekuasaan.
Prinsip Partai X
Partai X berpandangan bahwa keadilan tidak boleh tunduk pada kekuasaan dan moralitas semu. Pemerintah harus berpihak pada korban, bukan pada pelaku yang berlindung di balik simbol keagamaan. Prinsip Partai X menekankan bahwa negara wajib hadir menjamin keamanan warganya tanpa diskriminasi. Lembaga pendidikan berbasis agama harus tunduk pada hukum yang sama dengan institusi lain. Keimanan tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan keadilan dan kemanusiaan.
Solusi Partai X
Partai X mendorong pembentukan sistem pengawasan terpadu antara Kementerian Agama, Komnas HAM, dan LPSK untuk menangani kasus kekerasan seksual di pesantren. Setiap lembaga pendidikan agama wajib memiliki mekanisme pelaporan aman dan rahasia bagi korban. Negara harus menyediakan bantuan hukum dan rehabilitasi psikologis tanpa biaya. Selain itu, kurikulum pesantren perlu memasukkan pendidikan kesetaraan gender dan perlindungan anak berbasis nilai kemanusiaan universal. Dengan langkah konkret itu, pesantren bisa kembali menjadi tempat suci pendidikan moral, bukan tempat teror bagi santri.