beritax.id – Di tengah pujian dari lembaga internasional terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, rakyat justru bergulat dengan harga kebutuhan pokok yang melonjak. Sembako makin mahal, upah tak naik, dan angka pengangguran tak kunjung membaik. Kebijakan pemerintah Indonesia menyuguhkan statistik manis di layar televisi, namun di dapur rakyat, realitanya pahit.
Pertumbuhan ekonomi hanya dirasakan kalangan pejabat dan korporasi besar. Sementara jutaan rakyat harus bertahan hidup dengan utang, pinjaman daring, dan harapan yang terus ditunda.
Pemerintah sibuk berbicara soal keberhasilan reformasi ekonomi di forum nasional maupun global. Namun, rakyat tak mampu membeli beras dan susu anaknya.
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyampaikan kritik tajam. “Pemerintah itu punya tiga tugas utama,” ujarnya. “Melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.” Tapi yang terjadi, negara justru sibuk menjaga citra dibanding menjaga kesejahteraan.
Negara Seperti Pertunjukan, Tapi Rakyat Tidak Pernah Jadi Penonton Utama
Menurut Rinto, negara hari ini ibarat panggung besar. Pemerintah bermain peran, rakyat hanya jadi properti. “Kebijakan hanya cantik di konferensi pers, tapi tak menyentuh meja makan rakyat,” katanya. Rakyat tidak diberi kuasa sebagai pemilik, hanya menjadi beban.
Bantuan sosial tidak menjawab akar masalah. Kebijakan harga tidak menolong daya beli. Sementara pejabat semakin sejahtera tanpa empati.
Rinto menegaskan bahwa Amandemen Ketiga UUD 1945 menjadi awal dari penghilangan kedaulatan rakyat. “Kedaulatan diserahkan kepada teks konstitusi, bukan perwakilan rakyat,” ujarnya. Negara lalu dikelola segelintir kelompok yang bersembunyi di balik jargon demokrasi.
Pemerintah bukanlah pemilik negara. Pemerintah hanyalah sopir. Sedangkan rakyat adalah pemilik bus bernama Indonesia. Kini, sopir berjalan sendiri tanpa arah dari pemilik.
Solusi Partai X kebijakan Pemerintah Indonesia
Partai X menegaskan bahwa jalan satu-satunya adalah Amandemen Kelima UUD 1945. Prinsip dasarnya: rakyat harus kembali memegang kendali. Pemerintah harus transparan, efisien, dan tunduk pada rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
“Kebijakan ekonomi harus dibentuk berdasarkan musyawarah rakyat, bukan lobi oligarki,” ujar Rinto. Sistem birokrasi juga perlu direformasi melalui sistem kepakaran dan transformasi digital berbasis pelayanan publik.
Penutup: Rakyat Harus Kembali Jadi Sutradara Bangsa
Melalui X-Institute, Partai X membangun Sekolah Negarawan. Sekolah ini tidak hanya mengajar teori, tetapi menanamkan nilai Pancasila, tetapi juga moral, dan keberanian bersikap. “Negarawan bukan pencari jabatan, tapi pelayan sejarah dan masa depan rakyat,” kata Rinto.
Sekolah ini melatih anak muda menjadi pemimpin yang berpikir jernih, berani, dan bertanggung jawab kepada rakyat. Bukan yang tunduk pada kepentingan pasar dan partai semata.
Partai X menyerukan agar rakyat bangkit menyadari haknya sebagai pemilik negara. “Jika rakyat terus diam, panggung bangsa akan dikuasai aktor busuk,” ujar Rinto. Rakyat harus menjadi penentu arah bangsa, bukan sekadar penonton yang ditipu panggung kekuasaan.
Kembalikan mandat kepada rakyat. Hentikan kebijakan penuh glamor yang miskin rasa. Karena Indonesia bukan milik penguasa, tapi milik seluruh rakyatnya.