beritax.id – Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Golkar, Muhammad Nur Purnamasidi, menyoroti persoalan mendasar dalam penyelenggaraan Perguruan Tinggi Kementerian/Lembaga (PTKL) untuk kedinasan. Saat ini terdapat 124 perguruan tinggi dan 892 program studi di bawah 24 kementerian/lembaga. Menurut Purnamasidi, keberadaan PTKL tidak selaras dengan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Pendidikan Tinggi.
Ia menyebut tidak ada keseragaman standar antara PTKL dan perguruan tinggi negeri maupun swasta. Perbedaan mencakup aspek anggaran, sumber daya manusia, kurikulum, serta kualitas pendidikan. Kondisi ini menunjukkan lemahnya koordinasi dan tumpang tindih kewenangan dalam tata kelola pendidikan tinggi nasional.
Anggaran Membengkak, Prodi Tak Sesuai Mandat
Purnamasidi juga menyinggung temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang inefisiensi anggaran pendidikan di PTKL. Ia menyebut anggaran PTKL bisa 13 kali lipat lebih besar dibandingkan kampus di bawah Kemendikti Saintek. Ironisnya, jumlah mahasiswa di PTKL hanya sekitar 200.000, jauh di bawah PTN dan PTS yang menampung lebih dari 8 juta mahasiswa.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa banyak program studi di PTKL tidak sesuai dengan mandat kelembagaan kementerian yang menaunginya. Seharusnya, PTKL hanya menyelenggarakan pendidikan kedinasan, bukan membuka program studi umum. DPR meminta evaluasi total dan revisi UU Sisdiknas agar pengelolaan pendidikan tinggi hanya berada di bawah satu kementerian pendidikan.
Partai X: Ini Bukan Pendidikan, Tapi Ladang Proyek Berbungkus Akademik
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyampaikan kritik keras atas persoalan ini. Ia mengingatkan bahwa tugas pemerintah itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat, bukan menciptakan birokrasi baru lewat kampus berkedok kedinasan.
“Kalau prodi tidak sesuai mandat, anggaran membengkak, dan jumlah mahasiswa kecil, maka itu bukan pendidikan. Itu proyek lembaga,” tegas Prayogi. Ia menilai banyak kampus kedinasan dibentuk bukan untuk mendidik, tapi untuk memperluas kekuasaan struktural lembaga negara.
Dalam prinsip Partai X, pendidikan adalah hak rakyat, bukan alat seleksi pejabat dan birokrasi. Negara adalah bus milik rakyat, bukan kendaraan yang hanya mengantar pejabat ke jabatan berikutnya.
Maka pendidikan harus diatur secara efisien, berintegritas, dan sesuai kebutuhan bangsa. Pendidikan tinggi tidak boleh dikotak-kotakkan berdasarkan kementerian. Jika setiap lembaga ingin punya kampus sendiri, maka sistem pendidikan akan hancur oleh ego sektoral.
Solusi Partai X: Audit Nasional, Penghapusan Prodi Tumpang Tindih, dan Satu Kementerian Pendidikan Tinggi
Partai X menyarankan lima langkah tegas. Pertama, audit menyeluruh terhadap seluruh PTKL oleh lembaga independen untuk menilai relevansi dan efisiensi program studi. Kedua, hapus seluruh prodi umum di PTKL yang tidak sesuai mandat institusional.
Ketiga, konsolidasikan seluruh pengelolaan pendidikan tinggi di bawah satu kementerian agar tidak ada tumpang tindih. Keempat, bentuk Dewan Kedaulatan Rakyat Pendidikan Tinggi yang mewakili masyarakat untuk mengawasi arah kebijakan dan anggaran pendidikan tinggi.
Kelima, larang pembentukan kampus baru oleh kementerian/lembaga nonpendidikan tanpa kajian kebutuhan dan rekomendasi akademik nasional.
Pendidikan harus menanamkan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan misi dari Sekolah Negarawan.
Penutup: Pendidikan Bukan Tambang, Rakyat Bukan Komoditas
Partai X menegaskan, pendidikan tinggi bukan ruang ekspansi jabatan, bukan ladang proyek kementerian, dan bukan alat bagi penguasa menambah pengaruh. Pendidikan adalah investasi rakyat untuk masa depan bangsa. Jika dikelola seperti proyek, maka masa depan itu telah digadaikan.
Rakyat tidak butuh banyak kampus, tapi butuh kampus yang benar, adil, dan relevan. Pendidikan harus jadi jalan keluar kemiskinan, bukan instrumen untuk memperkaya lembaga negara. Jika negara masih menutup mata, maka kritik bukan hanya wajar, tapi wajib.