beritax.id – Kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi. Jamal Abdun Nashr, jurnalis Tempo, diduga dipukul aparat saat meliput demonstrasi Hari Buruh di Universitas Diponegoro, Semarang, pada 1 Mei 2025. Ketua AJI Semarang, Aris Mulyawan, mengungkap bahwa Jamal dipiting, diseret, dan ditampar meskipun sudah menunjukkan kartu pers.
Selain Jamal, DS, pimpinan redaksi pers mahasiswa, juga dipukul oleh orang berpakaian sipil saat merekam kekerasan aparat terhadap demonstran. DS mengalami luka robek di wajah dan harus dijahit. AJI menyebut tindakan ini sebagai pelanggaran serius terhadap kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi.
Partai X: Kekerasan Ini Ancaman Langsung pada Demokrasi
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengecam keras insiden pemukulan tersebut. “Kekerasan terhadap jurnalis adalah kekerasan terhadap demokrasi. Negara sedang menunjukkan wajah otoriternya,” tegasnya. Menurutnya, tindakan aparat jelas melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Rinto menilai bahwa aparat telah melewati batas. “Wartawan bukan musuh negara. Mereka adalah jembatan informasi antara rakyat dan kekuasaan. Kekerasan ini adalah pembungkaman,” lanjutnya. Ia menegaskan bahwa tindakan aparat menunjukkan kegagalan negara menjalankan tanggung jawab konstitusional.
Partai X kembali mengingatkan bahwa pemerintah memiliki tiga tugas pokok: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika jurnalis dipukul saat menjalankan tugas, maka negara telah gagal dalam semua aspek tersebut.
“Negara bukan pemilik kebenaran tunggal. Tugas jurnalis adalah menyuarakan fakta di lapangan,” ujar Rinto. Ia mendesak agar aparat yang terlibat segera ditindak tegas dan tidak dilindungi oleh institusinya.
Rakyat Pemilik Negara, Bukan Objek Represi Aparat
Dalam prinsip kenegaraan Partai X, rakyat adalah pemilik negara dan aparat hanyalah pelaksana mandat. Kekerasan terhadap demonstran dan jurnalis menunjukkan bahwa mandat tersebut sedang disalahgunakan oleh segelintir aparat.
“Ketika rakyat dan jurnalis dikepung, ditangkap, dan disiksa, negara sedang berjalan mundur menuju otoritarianisme,” kata Rinto. Ia menuntut evaluasi menyeluruh terhadap aparat keamanan dan cara mereka menangani unjuk rasa.
Partai X menyerukan penghentian segera terhadap seluruh bentuk kekerasan negara terhadap rakyat dan pers. “Negara harus minta maaf kepada jurnalis dan rakyat, lalu lakukan reformasi aparat keamanan,” tegas Rinto. Ia menegaskan bahwa tanpa perlindungan terhadap kebebasan pers, tidak akan pernah ada demokrasi yang sehat.
Partai X mendesak pemerintah membentuk tim independen untuk menyelidiki kekerasan di Undip dan memberikan keadilan bagi korban. “Jangan sampai negara berubah menjadi mesin intimidasi terhadap suara-suara kebenaran,” tutup Rinto.