beritax.id — Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pasca penjarahan rumahnya oleh sekelompok orang tak dikenal di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan, kembali menuai sorotan. Melalui unggahan di media sosial, Sri Mulyani mengaku menerima musibah tersebut sebagai risiko perjuangan membangun bangsa. Ia menyatakan komitmennya untuk tetap menjalankan tugas dengan menjunjung konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
Namun, pernyataan tersebut justru dinilai kontradiktif dengan realitas di lapangan oleh dua organisasi yang aktif. Mengawal tata kelola perpajakan dan administrasi pemerintahan di Indonesia yaitu Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) dan Perkumpulan Profesi Pengacara dan Praktisi Pajak Indonesia (P5I). Keduanya menyampaikan kritik keras terhadap gaya kepemimpinan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.
P5I: Sri Mulyani Tidak Paham Hukum Perpajakan
Ketua Umum P5I, Dr. Alessandro Rey, secara terang-terangan menyebut Sri Mulyani sebagai menteri yang tidak memahami hukum perpajakan.
“Sri Mulyani itu Menteri Keuangan yang tidak mengerti hukum perpajakan. Kalau tidak terima dengan pernyataan saya ini, silakan gugat saya di pengadilan,” tegas Dr. Rey dalam keterangannya.
Menurut Rey, pendekatan fiskal yang diambil Sri Mulyani hanya berfokus pada penarikan dan peningkatan pajak. Tanpa memahami kerangka hukum yang mendasarinya. Ia menyindir gaya kepemimpinan Menkeu seperti menggunakan “kalkulator yang hanya punya tombol tambah dan kali, tanpa ada tombol bagi dan kurang.”
Lebih jauh, Dr. Rey menantang Sri Mulyani untuk melakukan debat terbuka mengenai tata kelola perpajakan di Indonesia, dan mengusulkan agar diskusi itu disiarkan secara langsung melalui media nasional agar publik bisa menilai langsung siapa yang berdiri di atas hukum dan siapa yang menggunakan kekuasaan secara sepihak.
IWPI: Menteri Keuangan Ini Berani Melanggar UUD dan UU Administrasi Pemerintahan
Sementara itu, Ketua Umum IWPI, Rinto Setiyawan, menyampaikan bahwa Sri Mulyani justru menjadi aktor penting dalam pembiaran pelanggaran hukum tata negara dan administrasi pemerintahan.
“Sri Mulyani ini Menteri Keuangan yang jelas-jelas berani melanggar Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan,” tegas Rinto.
Contoh paling konkret, menurut Rinto, adalah ketika IWPI mengajukan pertanyaan resmi melalui PPID Kementerian Keuangan. Menanyakan apakah Kemenkeu mengakui bahwa Indonesia adalah negara hukum. Alih-alih menjawab langsung, pihak Kemenkeu malah melempar pertanyaan tersebut ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Rinto juga menyoroti praktik di pengadilan pajak, di mana menurutnya, majelis hakim dan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara terbuka. Hal ini mengabaikan keberlakuan UU Administrasi Pemerintahan dalam proses persidangan. “Dan anehnya, semua itu justru dilindungi oleh Menteri Keuangan,” tambah Rinto.
IWPI menilai telah terjadi otoritarianisme di bidang perpajakan, di mana setiap keberatan warga negara terhadap otoritas pajak tidak mendapat ruang yang adil, baik secara administratif maupun yudisial.
Sri Mulyani: “Saya Disumpah untuk Menjalankan UUD”
Dalam pernyataan publiknya, Sri Mulyani sempat menyampaikan bahwa sebagai pejabat negara. Ia telah disumpah untuk menjalankan UUD 1945 dan seluruh peraturan perundang-undangan. Ia juga menyampaikan empatinya atas musibah yang menimpanya dan mengaku memahami bahwa tak semua kebijakan akan diterima publik.
Namun, pernyataan ini justru menjadi ironi ketika dihadapkan dengan berbagai bukti bahwa kebijakan fiskal dan pengawasan di bawah kepemimpinannya. Justru mengabaikan asas-asas hukum, transparansi, dan akuntabilitas.
Aspirasi Rakyat Dipinggirkan
IWPI juga menyayangkan bahwa berbagai surat resmi yang dikirimkan ke DPR RI dan Kemenkeu, terkait reformasi perpajakan, pengawasan seleksi hakim agung pajak, dan keadilan dalam proses pengadilan pajak tidak pernah direspons. Rinto menyebut, “jika jalur konstitusional saja tidak digubris, ke mana lagi rakyat harus bersuara?”
Desakan untuk Evaluasi dan Dialog Terbuka
IWPI dan P5I mendesak pemerintah dan DPR untuk mengevaluasi kembali peran dan kewenangan Menteri Keuangan dalam bidang perpajakan dan keuangan negara. Mereka juga menantang Sri Mulyani untuk tidak hanya membela diri di media sosial. Tetapi hadir dalam forum terbuka agar publik mendapat informasi yang seimbang dan objektif.
“Kalau memang yakin menjalankan UUD dan UU, jangan takut duduk bersama publik,” ujar Dr. Rey.
Penutup
Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap otoritas perpajakan dan institusi keuangan negara, suara kritis dari masyarakat sipil seperti IWPI dan P5I bukanlah serangan pribadi. Tetapi panggilan untuk mengembalikan hukum sebagai panglima, bukan sekadar alat justifikasi kekuasaan fiskal.