Oleh: Rinto Setiyawan , A.Md., S.H., CTP
Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute
beritax.id – Indonesia sedang berada dalam darurat politik bukan semata soal kegaduhan di permukaan, tetapi kerusakan mendalam pada sistem ketatanegaraan yang telah menggeser rakyat dari posisi pemilik kedaulatan menjadi sekadar objek kekuasaan. Negara berdiri bukan untuk melayani, tetapi menguasai.
Padahal menurut Sekolah Negarawan, hakikat politik sejati adalah:
“Seni dan upaya memperoleh kewenangan serta menjalankannya secara efektif, efisien, dan transparan demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat.”
Namun apa yang terjadi kini justru kebalikannya. Kekuasaan digunakan bukan untuk kemaslahatan rakyat, melainkan untuk melanggengkan jaringan kepentingan.
Inilah yang disebut oleh Sekolah Negarawan sebagai:
POLITICAL CRIME — kejahatan politik yang dilakukan melalui instrumen kekuasaan negara.
Kedaulatan Rakyat Direduksi Menjadi Prosedur
Bung Hatta pernah bersuara lantang:
“Demokrasi adalah kekuasaan rakyat. Jika tidak berada di tangan rakyat, itu bukan demokrasi.”
Namun realitas hari ini:
Rakyat hanya diberi hak memilih, tapi tak diberi hak menentukan arah kekuasaan.
Budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) menegaskan kritik yang menohok:
“Presiden itu buruh rakyat. Aku rakyat, aku yang bayar, maka aku yang berhak memanggil presiden.”
“Presiden outsourcing 5 tahun. Buruh kok memanggil bos?”
Pernyataan itu menyentakkan kesadaran: Pemerintah bekerja untuk rakyat bukan sebaliknya.
Sistem Konstitusi yang Salah Melahirkan Pemerintahan yang Menyimpang
Ketika konstitusi diletakkan di bawah kekuasaan politisi, maka pemerintahan bukan lagi instrumen rakyat, tetapi instrumen oligarki.
Mohammad Natsir mengingatkan:
“Jika sistem salah, pemimpin sebaik apa pun akan tumbang.”
Itulah sebabnya:
- Korupsi kebijakan dianggap normal
- Kekuasaan dijalankan untuk citra, bukan kinerja
- Negara sibuk menjaga penguasa, bukan menjaga rakyat
- Demokrasi hanya prosedur, bukan substansi
Negara yang seharusnya melindungi rakyat justru melihat rakyat sebagai ancaman. Inilah puncak darurat politik Indonesia.
Solusi: Amandemen Konstitusi untuk Mengembalikan Kedaulatan Rakyat
Rakyat adalah RI 1.
Presiden hanyalah TKI 1 — Tenaga Kerja Indonesia Nomor Satu yang bekerja untuk rakyat.
Konstitusi harus mengatur ulang posisi kekuasaan agar:
✔ MPR menjadi pemegang kedaulatan tertinggi
✔ Presiden hanya Kepala Pemerintahan, bukan simbol kuasa absolut
✔ Struktur negara berlandaskan filosofi Nusantara Sedulur Papat Lima Pancer
✔ Pengawasan kekuasaan menjadi ketat dan melembaga
✔ Negara berfungsi sebagai organisasi pelayanan publik
Rancangan Amandemen Kelima UUD 1945 telah disusun oleh Sekolah Negarawan sebagai jawaban akademis, filosofis, dan teknokratis untuk menyelamatkan republik ini.
Seruan Darurat: Perubahan Harus Dimulai dari Konstitusi
Bangsa ini tak akan berubah hanya dengan:
- ganti presiden,
- ganti kabinet,
- atau ganti partai pemenang.
Jika konstitusi tetap salah, apa pun dan siapa pun pemimpinnya, hasilnya tetap sama: rakyat selalu kalah.
Penutup
Indonesia sedang memanggil keberanian kita.
Jika kedaulatan tidak segera direbut kembali ke tangan rakyat, bangsa ini akan terus digerogoti kejahatan politik yang terstruktur.
Amandemen konstitusi bukan pilihan itu adalah satu-satunya jalan keselamatan negara.
Dan perjuangan itu sudah dimulai melalui naskah yang akan mengubah perjalanan republik:
Rancangan Amandemen Kelima UUD 1945 demi Indonesia berdaulat, adil, dan bermartabat.
Catatan Penulis:
Tulisan ini merupakan seruan intelektual bagi setiap warga negara yang percaya bahwa negara ada untuk melayani rakyat bukan menindas mereka.



