beritax.id – Importir yang merasa dirugikan akibat penetapan tarif dan/atau nilai pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) tak perlu pasrah begitu saja. Sesuai ketentuan hukum yang berlaku, setiap importir memiliki hak konstitusional. Hal ini untuk mengajukan keberatan atas Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) maupun bentuk penetapan lain yang dinilai tidak sesuai atau merugikan.
Pengajuan keberatan ini bukan semata-mata administratif. Ia adalah bagian penting dari sistem pengawasan terhadap kekuasaan administrasi negara, sebagai bentuk check and balance. Dalam mekanisme perpajakan dan kepabeanan Indonesia. Dengan adanya jalur keberatan, importir tidak hanya dilindungi dari kesewenang-wenangan pejabat. Tetapi juga diberi ruang legal untuk memperjuangkan haknya secara sah.
Menurut Pasal 93 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dan peraturan turunannya seperti PMK Nomor 51/PMK.04/2017 tentang Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cukai serta PER-25/BC/2022 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cukai. Importir dapat menyampaikan keberatan secara tertulis kepada DJBC paling lambat 60 hari sejak tanggal penerbitan penetapan. DJBC kemudian wajib memberikan jawaban atau keputusan atas keberatan tersebut dalam waktu maksimal 60 hari. Bila tidak ada keputusan dalam batas waktu tersebut. Maka keberatan dianggap dikabulkan secara hukum, dan importir berhak atas pengembalian jaminan atau penghapusan tagihan.
Langkah ini penting diketahui oleh seluruh pelaku usaha dan masyarakat kepabeanan. Dengan memahami hak dan prosedur keberatan. Importir tidak hanya memperjuangkan keadilan fiskal, tetapi juga turut menjaga integritas sistem hukum kepabeanan nasional.
Importir yang tengah menghadapi penetapan yang merugikan disarankan segera berkonsultasi dengan penasihat hukum atau konsultan kepabeanan yang memahami regulasi keberatan, agar tidak kehilangan hak akibat kelalaian administratif.
Penulis: Raudatul Luthfiah