beritax.id – Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menyatakan Gedung DPR RI awalnya dibangun untuk penyelenggaraan Conference of the New Emerging Forces (Conefo) oleh Presiden Soekarno. Menurutnya, gedung ini merupakan simbol semangat anti-penindasan dan kesetaraan antarbangsa.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam diskusi bertajuk “Spirit Conefo dan Relevansinya dengan Masa Kini” di Kompleks Parlemen, Kamis (24/7). Bonnie menyebut gedung tersebut merupakan bagian dari perjuangan mewujudkan tatanan dunia baru yang lebih adil, merdeka, dan bebas dari dominasi kekuatan lama.
Ia menambahkan, proyek Conefo tidak dapat dilepaskan dari semangat Konferensi Asia-Afrika 1955, yang melahirkan Gerakan Tiga Benua. Gedung DPR, katanya, bukan sekadar arsitektur, melainkan pusat simbolik perlawanan terhadap dominasi hubungan negara saat itu.
Partai X: Bangunan Megah Tak Menjamin Ide Besar
Menanggapi hal itu, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute Prayogi R Saputra menyampaikan kritik tajam. Ia menyatakan, “Yang baru hari ini cuma anggaran, bukan gagasan.”
Menurutnya, semangat anti-penindasan dan tatanan dunia baru tidak cukup diwacanakan di forum-forum diskusi. “Apa gunanya bicara semangat Conefo jika orientasi kebijakan parlemen hari ini lebih dekat pada pejabat daripada rakyat?” ujarnya.
Partai X menilai, alih-alih merepresentasikan semangat emansipasi, parlemen saat ini justru sibuk dengan pembengkakan anggaran dan renovasi gedung. Rakyat membutuhkan pemikiran besar yang menjawab krisis pangan, pendidikan, dan digital, bukan romantisme arsitektur kosong.
Prinsip dan Solusi Partai X: Bangun Tatanan, Bukan Panggung
Dalam perspektif Partai X, negara adalah entitas yang terdiri dari wilayah, rakyat, dan pemerintah yang dapat menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan dengan tujuan mewujudkan kedaulatan, keadilan, dan kesejahteraan seluruh rakyat.
Partai X menawarkan tiga solusi. Pertama, gedung negara harus dijadikan pusat pelayanan publik, bukan simbol kemewahan kosong. Kedua, narasi sejarah harus dikaitkan dengan aksi kebijakan yang berpihak pada rakyat. Ketiga, anggaran negara harus transparan dan dievaluasi rakyat, bukan hanya dibicarakan pejabat.
Partai X mendorong agar semangat Conefo tidak dikerdilkan menjadi simbol tanpa substansi. Jika ingin tatanan dunia baru, wujudkan dulu tatanan republik yang berpihak pada petani, buruh, dan generasi muda.
Refleksi Sejarah Harus Disertai Keberpihakan Hari Ini
Prayogi menegaskan, “Mengembalikan memori sejarah adalah baik, tapi lebih penting lagi mengembalikan keberpihakan negara pada rakyat.” Ia mengkritik praktik legislasi yang sering kali tidak partisipatif dan lebih melayani oligarki ketimbang konstituen.
Partai X mengingatkan, sejarah bukan dekorasi wacana, tapi panggilan untuk melanjutkan perjuangan keadilan. Tanpa keberpihakan hari ini, seluruh warisan simbolik Conefo hanya akan menjadi museum sunyi dalam demokrasi yang tumpul.
Rakyat menuntut representasi sejati. Dan itu tidak cukup hanya dengan retorika sejarah. Butuh kebijakan konkret yang membela keadilan, kesejahteraan, dan kedaulatan rakyat Indonesia .