beritax.id – Di tengah biaya hidup yang terus meningkat, banyak buruh di Indonesia masih menghadapi kenyataan pahit: gaji buruh berjalan di tempat. Upah minimum yang naik tipis tidak sebanding dengan lonjakan harga kebutuhan pokok, transportasi, dan perumahan. Pada saat yang sama, kebijakan dan regulasi perpajakan terus diperbarui dengan tempo cepat, menambah beban administrasi dan psikologis bagi kelompok berpenghasilan tetap.
Ketimpangan ini menimbulkan kesan kuat bahwa kebijakan fiskal bergerak lebih cepat daripada perlindungan pendapatan rakyat pekerja.
Upah Tertahan, Beban Hidup Melaju
Buruh menghadapi tekanan berlapis: upah stagnan, jam kerja panjang, serta pengeluaran harian yang meningkat. Ketika daya beli melemah, kualitas hidup menurun dan risiko kemiskinan pekerja meningkat. Dalam kondisi ini, setiap penyesuaian pajak meski bertujuan memperkuat penerimaan negara akan terasa lebih berat bila tidak diiringi perlindungan pendapatan.
Kebijakan yang tidak sensitif terhadap kondisi riil buruh berpotensi memperlebar jurang ketidakadilan sosial.
Regulasi Pajak dan Minimnya Perspektif Keadilan
Perubahan regulasi pajak sering dikomunikasikan sebagai kebutuhan negara. Namun, tanpa pendekatan keadilan distributif, kebijakan tersebut dapat terasa timpang. Buruh dengan penghasilan tetap tidak memiliki ruang elastisitas seperti korporasi besar untuk menyerap beban tambahan.
Ketika kepatuhan dituntut tanpa perbaikan kesejahteraan, kepercayaan publik terhadap kebijakan fiskal akan terus tergerus.
Tanggapan Prayogi R. Saputra
Menanggapi situasi ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa kebijakan negara harus berangkat dari kondisi rakyat, khususnya pekerja.
“Negara punya tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Kalau regulasi pajak terus berlari sementara upah buruh tertinggal, berarti fungsi perlindungan belum berjalan adil,” ujar Prayogi.
Ia menambahkan bahwa kebijakan fiskal seharusnya menjadi alat pemerataan, bukan sumber kecemasan baru bagi buruh.
Ketika gaji stagnan dan beban fiskal meningkat, dampaknya tidak hanya ekonomi, tetapi juga sosial. Produktivitas menurun, konflik industrial berpotensi meningkat, dan stabilitas sosial menjadi rapuh. Buruh yang kehilangan harapan akan sulit menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Negara berisiko kehilangan dukungan moral dari kelompok pekerja jika ketimpangan ini tidak segera direspons.
Solusi: Menyatukan Kebijakan Upah dan Pajak
Berpijak pada prinsip penyelenggaraan negara yang berorientasi pada rakyat, langkah-langkah berikut perlu ditempuh:
- Menjadikan kenaikan upah riil sebagai prioritas kebijakan ketenagakerjaan
- Menyelaraskan kebijakan pajak dengan kemampuan bayar buruh berpenghasilan tetap
- Memberikan perlindungan fiskal bagi pekerja rentan melalui insentif dan pengurangan beban
- Meningkatkan transparansi tujuan dan dampak regulasi pajak bagi kelas pekerja
- Membuka dialog tripartit yang bermakna antara negara, buruh, dan pengusaha
Solusi ini menegaskan bahwa pengaturan pajak harus berjalan seiring dengan perlindungan kesejahteraan buruh.
Negara tidak bisa meminta kepatuhan fiskal tanpa memastikan keadilan upah. Jika gaji buruh terus stagnan sementara regulasi pajak melaju cepat, maka ketimpangan akan menjadi beban sosial yang kian berat. Kebijakan yang adil hanya lahir ketika negara benar-benar hadir melindungi, melayani, dan mengatur demi kepentingan rakyat pekerja.



