beritax.id – Kejaksaan Agung meminta Pemerintah Kota Surabaya menyerahkan data sekolah penerima bantuan Chromebook era Mendikbudristek Nadiem Makarim. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, membenarkan ada bantuan pada 2020, tetapi menolak saat rencana pemberian kembali pada 2022. Alasannya, terdapat hal yang tidak sesuai sehingga Pemkot tidak mau menentukan sekolah penerima tambahan. Menurut Eri, detail jumlah perangkat tidak dikuasainya karena penyaluran langsung dilakukan ke sekolah-sekolah. Data itu kini sudah diserahkan ke kejaksaan untuk ditindaklanjuti. Kepala Dispendik Surabaya Yusuf Masruh menyebut ada 130 sekolah penerima, meski sebagian perangkat sudah rusak.
Partai X: Pendidikan Jangan Dijadikan Lahan Proyek
Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, mengingatkan kembali bahwa tugas negara hanya tiga yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ia menegaskan, pendidikan tidak boleh menjadi proyek bancakan yang hanya menguntungkan sebagian pihak. “Rakyat membutuhkan pendidikan bermutu, bukan proyek yang menyisakan masalah hukum,” tegasnya.
Prinsip Partai X: Rakyat sebagai Pemilik, Pemerintah sebagai Pelayan
Partai X menilai, rakyat adalah pemilik negara, sementara pejabat hanyalah pelayan yang bekerja atas mandat rakyat. Pendidikan harus dipandang sebagai hak fundamental, bukan komoditas yang bisa dimainkan melalui proyek pengadaan. Pergeseran orientasi pendidikan menjadi proyek hanya menjauhkan negara dari fungsi utamanya .
Kasus Chromebook era Nadiem menunjukkan bagaimana proyek pendidikan berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga triliunan rupiah. Pola ini memperlihatkan bahwa birokrasi lebih sibuk mengurus pengadaan ketimbang kualitas pembelajaran. Padahal, sekolah dan siswa membutuhkan akses pendidikan yang relevan, fleksibel, dan berkelanjutan, bukan perangkat yang cepat rusak atau tidak mendukung kebutuhan belajar.
Solusi Partai X: Pendidikan Gratis, Berkualitas, dan Tepat Sasaran
Partai X menawarkan beberapa solusi konkret untuk keluar dari pola lama. Pertama, reformasi pengadaan berbasis kebutuhan riil sekolah, bukan target proyek pusat. Kedua, penguatan kualitas guru dan tenaga pendidik melalui pelatihan berkelanjutan, bukan sekadar penambahan perangkat. Ketiga, digitalisasi pendidikan harus didukung infrastruktur merata, agar tidak hanya jadi slogan. Keempat, transparansi anggaran pendidikan wajib dijalankan melalui sistem digital yang dapat dipantau publik. Kelima, pendidikan harus gratis, berkualitas, dan berpihak kepada rakyat.
Rakyat tidak butuh proyek pendidikan yang berakhir di meja hukum, melainkan akses pendidikan yang adil dan berkualitas. Partai X menekankan, negara hadir bukan untuk membagi proyek, tetapi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat konstitusi.