beritax.id – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya merespons Tuntutan 17+8 yang diajukan mahasiswa dan masyarakat. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan enam keputusan hasil rapat pimpinan DPR bersama fraksi-fraksi. Pertama, DPR menyepakati penghentian tunjangan perumahan anggota DPR sejak 31 Agustus 2025. Kedua, moratorium kunjungan kerja luar negeri mulai 1 September 2025, kecuali undangan resmi kenegaraan. Ketiga, pemangkasan fasilitas meliputi biaya listrik, komunikasi, dan transportasi. Keempat, anggota DPR yang dinonaktifkan partai tidak menerima hak keuangan. Kelima, DPR menindaklanjuti penonaktifan anggota bermasalah melalui Mahkamah Kehormatan Dewan. Keenam, DPR berkomitmen memperkuat transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi.
Respons Kritis Partai X
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan keputusan DPR belum menyentuh akar persoalan. Menurutnya, menghentikan tunjangan hanyalah kosmetik, sementara beban rakyat tetap berat. Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika DPR hanya memangkas fasilitas internal, tanpa mengurangi beban rakyat, maka reformasi hanyalah sandiwara pejabat.
Partai X kembali menegaskan prinsip dasar: negara adalah bus, kepala pemerintahan sopir, dan rakyat adalah penumpang. Tugas sopir adalah mengantar rakyat ke tujuan sejahtera, bukan berhenti hanya memperbaiki kursi sopir. Reformasi DPR harus berarti mengurangi ongkos perjalanan rakyat, bukan sekadar mengurangi kenyamanan pejabat. Rakyat berhak menuntut agar bus negara berjalan sesuai jalur keadilan.
Solusi Partai X: Reformasi Menyeluruh
Partai X menawarkan solusi nyata untuk menjawab Tuntutan 17+8. Pertama, musyawarah kenegarawanan sebagai ruang rakyat menentukan arah bangsa. Kedua, amandemen kelima UUD 1945 untuk mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Ketiga, reformasi hukum berbasis kepakaran demi mengakhiri jual-beli hukum. Keempat, pendidikan politik berbasis Pancasila di sekolah, agar rakyat tidak lagi dibodohi prakti kekuasaan transaksional. Kelima, penguatan transparansi anggaran berbasis digital yang bisa diakses seluruh warga. Hanya dengan langkah itu, rakyat benar-benar dilayani, bukan dikorbankan.
Partai X menegaskan, keputusan DPR menghentikan tunjangan hanyalah langkah kecil. Reformasi tidak boleh berhenti di gedung parlemen, melainkan harus dirasakan rakyat di pasar, sawah, sekolah, dan jalanan. Jika bus negara terus disetir dengan arah salah, maka penumpang berhak mengganti sopir. Rakyat butuh bukti nyata, bukan sekadar potongan fasilitas pejabat.