beritax.id – Anggota DPR RI Yan Mandenas mengajak mahasiswa di Kota Jayapura memanfaatkan media digital untuk menyampaikan aspirasi dan mengawasi kebijakan pemerintah. Ia menilai, di era teknologi modern, demonstrasi jalanan sudah tidak lagi relevan sebagai sarana utama menyuarakan pendapat. Menurutnya, media digital mampu menyalurkan aspirasi masyarakat secara cepat dan efisien. Namun bagi Partai X, kemajuan teknologi tidak boleh menggantikan substansi utama demokrasi: rakyat harus tetap didengar dan dilibatkan secara nyata.
Tugas Negara: Melindungi, Melayani, dan Mengatur Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, mengingatkan kembali hakikat tugas negara. “Tugas negara itu tiga,” ujarnya, “melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.”
Menurut Prayogi, teknologi hanyalah alat, bukan tujuan. Negara tidak boleh bersembunyi di balik digitalisasi untuk menghindar dari dialog langsung dengan rakyat. Ia menegaskan bahwa hak rakyat untuk menyampaikan aspirasi adalah fondasi utama demokrasi.
“Rakyat itu pemilik negara, bukan penonton kebijakan. Pemerintah hanyalah pelaksana mandat rakyat,” katanya.
Digitalisasi Demokrasi: Kemajuan Harus Disertai Kedekatan Sosial
Partai X menilai, media digital memang membuka ruang baru bagi partisipasi publik. Namun, tanpa kedekatan sosial, demokrasi digital bisa berubah menjadi monolog pemerintah. “Rakyat boleh bicara di media sosial, tapi apakah negara mau mendengar?” tanya Prayogi.
Ia menekankan, kebebasan berpendapat di dunia digital harus diiringi transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam merespons aspirasi publik. Jika aspirasi hanya dianggap lalu lintas komentar, maka teknologi justru menjadi tembok baru antara rakyat dan negara.
Kritik Partai X: Jangan Gantikan Dialog dengan Algoritma
Prayogi menyoroti pejabat publik yang lebih sibuk membangun citra di media sosial daripada berdialog dengan rakyat. “Kalau semua aspirasi diarahkan ke dunia digital, maka suara rakyat akan ditenggelamkan oleh algoritma,” ujarnya.
Partai X mengingatkan bahwa demokrasi sejati tidak bisa digantikan oleh sistem daring tanpa ruang tatap muka. Aspirasi publik harus tetap difasilitasi melalui jalur dialog langsung, konsultasi publik, dan musyawarah terbuka. Negara harus hadir bukan hanya di layar, tapi juga di lapangan bersama rakyat.
Solusi Partai X: Demokrasi Digital yang Berkeadilan
Sesuai dengan prinsip Partai X, pemerintah adalah sebagian kecil rakyat yang diberi mandat untuk bekerja secara efektif, efisien, dan transparan demi kesejahteraan bersama.
Oleh karena itu, Partai X menawarkan solusi konkret untuk mengembalikan demokrasi digital ke arah yang berkeadilan.
Pertama, transformasi birokrasi digital yang transparan agar setiap aspirasi publik dapat ditindaklanjuti secara nyata dan terukur.
Kedua, pendidikan moral dan berbasis Pancasila supaya generasi muda memahami tanggung jawab bernegara, bukan sekadar aktif di media sosial. Ketiga, musyawarah kenegarawanan nasional untuk memperkuat sinergi antara kaum intelektual, pemerintah, dan masyarakat dalam membangun ruang dialog yang sehat. Keempat, reformasi hukum berbasis kepakaran agar kebebasan berpendapat di dunia digital dilindungi secara adil tanpa represi. Kelima, pemisahan tegas antara negara dan pemerintah supaya aspirasi rakyat tidak disaring oleh kepentingan rezim atau partai penguasa.
Aspirasi Digital Harus Jadi Jalan Rakyat, Bukan Panggung Pejabat
Prayogi menegaskan, digitalisasi seharusnya menjadi jembatan untuk memperpendek jarak antara rakyat dan negara, bukan sebaliknya. “Rakyat tidak butuh diceramahi untuk diam di media sosial. Rakyat butuh didengar,” ujarnya.
Ia menambahkan, setiap suara rakyat adalah bagian dari kedaulatan negara. “Jika rakyat berhenti didengar, maka negara kehilangan arah,” tegasnya. Partai X menutup dengan pesan sederhana namun kuat: demokrasi digital tanpa keberpihakan pada rakyat hanyalah layar kosong tanpa makna.



