beritax.id – Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan dana bantuan sosial (bansos) senilai Rp 2,1 triliun mengendap di rekening dormant. Dana itu otomatis akan ditarik negara jika tidak digunakan lebih dari tiga bulan lima belas hari. Gus Ipul menegaskan bansos harus segera digunakan oleh penerima. Dana yang menganggur dinilai berpotensi tidak tepat sasaran.
Ia akan berkoordinasi dengan PPATK dan Himbara untuk menindaklanjuti temuan tersebut. Presiden Prabowo disebut telah menekankan pentingnya akurasi data agar bansos tepat sasaran. Temuan PPATK menunjukkan 10 juta rekening penerima bansos tidak digunakan dan patut dievaluasi.
Partai X: Uang Publik Jangan Dipakai Legitimasi Kekuasaan
Merespons hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute Prayogi R Saputra menyatakan keprihatinan mendalam. Ia menegaskan, “Tugas negara itu tiga loh, melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Kalau dana bansos dipakai untuk legitimasi atau pembiaran sistemik, itu pengkhianatan.”
Menurut Partai X, temuan ini bukan hanya soal administratif, tapi soal keadilan sosial. “Rakyat tidak boleh jadi korban kegagalan birokrasi yang tidak profesional. Ini tanggung jawab negara, bukan rakyat,” tegasnya.
Menurut prinsip Partai X, negara bukan alat pejabat atau instrumen proyek kekuasaan jangka pendek. Negara terdiri dari wilayah, rakyat, dan pemerintahan.
Pemerintah hanyalah delegasi dari rakyat untuk melayani dengan adil dan efektif. Jika 2,1 triliun rupiah dana bansos bisa menganggur, ini mencerminkan lemahnya manajemen, lemahnya pendataan, dan lemahnya komitmen terhadap rakyat.
Solusi Partai X: Audit Publik dan Desentralisasi Distribusi
Partai X mengusulkan solusi konkret. Pertama, audit publik menyeluruh terhadap seluruh rekening penerima bansos oleh lembaga independen. Kedua, desentralisasi distribusi bansos melalui pemerintahan daerah dan partisipasi masyarakat sipil untuk memastikan keakuratan data.
Ketiga, penguatan verifikasi biometrik dan pelacakan transaksi digital untuk menghindari penyalahgunaan. Keempat, pembentukan Unit Respons Cepat Dana Publik di bawah lembaga pengawas rakyat yang bersifat non-pemerintahan. Semua solusi ini demi mencegah dana bansos dijadikan alat cuci tangan birokrat.
Partai X juga mempertanyakan, mengapa dana sebesar itu bisa mengendap tanpa evaluasi selama bertahun-tahun? “Kalau negara tahu dan diam, itu pembiaran. Kalau negara tidak tahu, itu kelalaian. Dua-duanya salah,” ujar Prayogi. Rakyat tak butuh janji, rakyat butuh pengawasan nyata. Transparansi, akuntabilitas, dan pengembalian hak rakyat harus jadi prioritas.