Oleh: Rinto Setiyawan
beritax.id – Saya adalah seorang Jamaah Maiyah Youtube. Artinya, saya selama ini lebih banyak menyimak pemikiran dan petuah Cak Nun melalui platform digital, bukan dari kedekatan fisik yang rutin hadir langsung. Namun, dalam perjalanan hidup saya, saya beruntung pernah dua kali bertemu langsung dengan beliau. Pertemuan pertama terjadi pada Januari 2022, ketika saya menyelenggarakan acara Maiyah bertajuk Jangan Ada Polusi di Antara Kita yang digelar di Kadipiro, Yogyakarta. Pertemuan kedua berlangsung pada Juni 2023 dalam acara Kalau Saja Pajak Tepat, Negara Hebat, yang diselenggarakan di Kota Malang, Jawa Timur. Dalam kesempatan tersebut, Cak Nun bahkan sempat mampir ke kantor saya. Dua minggu setelah kunjungan beliau, kabar sakitnya beliau tersebar. Sejak saat itu, beliau belum pulih secara publik.
Mimpi yang Menggetarkan Batin
Namun, awal Januari 2025, saya mengalami mimpi yang menggetarkan batin saya. Dalam mimpi itu, saya bertemu dengan Cak Nun dalam keadaan sehat. Ia menyetir mobil jeep, melintasi jalan terjal, dan saya duduk di sebelahnya. Sebagai seseorang yang sangat jarang bermimpi, pengalaman ini sangat membekas. Saya pun menceritakan mimpi tersebut kepada sahabat saya, Prayogi R. Saputra, seorang Jamaah Maiyah sekaligus Direktur Sekolah Negarawan X Institute.
Tak lama setelah itu, sekitar pertengahan Februari 2025, saya menyampaikan kepada Prayogi bahwa saya bertekad menyusun konsep ketatanegaraan baru bagi Indonesia. Sebuah konsep yang berangkat dari keresahan saya sebagai warga negara, dan juga sebagai bentuk ikhtiar spiritual dan intelektual dalam menjawab tantangan besar bangsa ini.
Penyusunan dan Penyempurnaan Konsep
Tepat pada akhir Maret 2025, saat bulan puasa, konsep tersebut saya rampungkan. Bahkan saya lengkapi dengan draft Rancangan Amandemen Kelima UUD 1945. Setelah selesai, saya tunjukkan kepada Prayogi. Beberapa hari kemudian, ia menemukan sebuah video rekaman Kenduri Cinta dari Maret 2023. Dalam video itu, Cak Nun menyampaikan:
“Bagaimana sekarang kalau kerajaan rajanya itu bukan berdasarkan nasab siapa keturunan siapa tapi raja itu berdasarkan orang yang paling mengerti masalah dunia dan bagaimana memimpin bangsanya untuk bisa mengantisipasi globalisasi terutama setelah hadirnya teknologi AI. Rajanya itu nanti dan sekarang orangnya sudah ada. Itu nanti perubahannya bisa sampai ke tata negara, perubahan cara berpikirnya rakyat dan Maiyah akan menjadi salah satu pasukan di jantungnya itu.”
Ketika saya mendengarkan ulang ucapan itu, seolah seluruh rangkaian peristiwa menjadi utuh dan saling menjelaskan. Konsep ketatanegaraan yang saya rancang adalah resonansi dari gagasan Cak Nun, sebuah bentuk perwujudan spiritual dan intelektual yang tidak hanya saya dengar, tetapi saya resapi dan transformasikan dalam bentuk konstitusional.
Konsep saya menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan sepenuhnya, sesuai semangat Pancasila dan nilai-nilai luhur bangsa. Saya membedakan secara tegas antara lembaga negara dan lembaga pemerintahan.
Struktur Lembaga Negara
Saya menyusun ulang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai Mandataris Rakyat, bukan sekadar lembaga tertinggi biasa. Anggota MPR terdiri dari unsur-unsur rakyat yang merepresentasikan konsep Sedulur Papat Limo Pancer. Yaitu Kaum Intelektual (Otak), Kaum Agama atau Spiritual (Hati), Kaum Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Tulang), serta Kuam Budaya Adat Istiadat (Darah dan Daging). Lembaga tinggi negara di bawah MPR meliputi:
- Badan Perencanaan Pembangunan Negara
- Dewan Keamanan Negara
- Badan Pengelola Sumber Daya
- Badan Pengelola Keuangan dan Aset Negara
- Badan Pengelola Kas Negara
- Badan Nasional Aparatur Sipil Negara
- Kejaksaan Agung
- Kepresidenan
- Dewan Perwakilan Rakyat
- Badan Pemeriksa Keuangan
- Mahkamah Agung
- Mahkamah Konstitusi
- Komisi Yudisial
- Badan Komunikasi dan Transformasi Digital Negara
Sementara itu, Lembaga Pemerintahan terdiri dari Presiden beserta kementerian dan pemerintah daerah. Presiden sebagai kepala pemerintahan memiliki tugas utama melayani dan mengatur rakyat.
Fungsi Negara: Melindungi, Melayani, dan Mengatur Rakyat
Ketiga fungsi dasar negara ini saya distribusikan secara terstruktur. Presiden bertanggung jawab pada fungsi pelayanan dan pengaturan. Sementara lembaga-lembaga tinggi negara bertugas memastikan perlindungan hak rakyat: baik harta, nyawa, maupun martabat.
Konsep ini bukan semata mimpi kosong. Ini adalah jawaban atas penyakit struktural negara yang selama ini gagal menempatkan rakyat sebagai pusat kuasa. Kita mengalami runtuhnya kepercayaan publik, karena sistem yang cacat dalam desain dan keliru dalam implementasi. Maka saya percaya, sebagaimana Cak Nun katakan, Maiyah akan menjadi jantung dari gerakan rakyat ini, membantu golongan yang percaya bahwa perubahan itu nyata dan bisa dilakukan.
Konsep ini bukan hanya inspirasi dari Cak Nun, tapi juga penggabungan dengan teori manajemen modern, prinsip partisipasi rakyat, dan peta jalan reformasi konstitusional.
Kini saatnya kita bergerak bersama. Bukan hanya berdoa agar negara sembuh, tapi juga menyiapkan struktur sehat yang bisa menyelamatkan generasi mendatang. Jika arsitektur lama melahirkan kegagalan sistemik, maka arsitektur baru ini adalah fondasi peradaban masa depan, dimulai dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Rinto Setiyawan adalah Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Anggota Majelis Tinggi Partai X, dan Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute.