beritax.id — Kabar mengejutkan datang dari sektor farmasi milik negara. PT Indofarma Tbk (INAF), salah satu perusahaan pelat merah di bidang kesehatan, resmi memutus hubungan kerja dengan 413 karyawan hanya dalam waktu satu hari, pertengahan September 2025.
Langkah itu membuat jumlah pegawai Indofarma kini tersisa hanya tiga orang, sebelum akhirnya direkrut kembali 18 tenaga kerja baru untuk menjalankan model bisnis terbatas.
Kebijakan tersebut disebut sebagai langkah “rightsizing” dalam rangka restrukturisasi agar perusahaan lebih efisien. Namun, di balik alasan efisiensi itu, publik melihat ironinya semakin dalam sebuah BUMN yang semestinya menjadi pelindung ekonomi rakyat justru menambah barisan pengangguran.
Restrukturisasi atau Pengabaian Kemanusiaan?
Dalam laporan keuangan kuartal III-2025, manajemen Indofarma menegaskan bahwa langkah pemangkasan dilakukan sesuai putusan homologasi antara perusahaan dan para kreditur. Artinya, ini bukan sekadar efisiensi internal, tetapi hasil dari kebijakan keuangan yang berorientasi pada penyelamatan korporasi, bukan kesejahteraan karyawan.
Sementara itu, di tengah gelombang PHK massal tersebut, pemerintah justru menggelontorkan modal besar ke proyek infrastruktur dan korporasi energi, meninggalkan sektor riil yang langsung bersentuhan dengan rakyat.
“Negara seakan lupa bahwa ekonomi sejati tumbuh dari kerja rakyat, bukan dari laporan laba korporasi,” ujar seorang pengamat BUMN di Jakarta.
Partai X: Negara Wajib Melindungi, Bukan Menyingkirkan
Menanggapi kebijakan ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menilai bahwa langkah PHK besar-besaran di perusahaan pelat merah merupakan bentuk pengingkaran terhadap hak rakyat untuk hidup layak.
“Tugas negara itu tiga loh melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tapi yang terjadi sekarang, negara justru membiarkan BUMN menyingkirkan tenaga kerja demi laporan keuangan yang cantik,” tegas Prayogi.
Ia menambahkan, BUMN seharusnya menjadi contoh ekonomi berbasis kemanusiaan, bukan sekadar entitas bisnis yang mengutamakan efisiensi. “Kalau BUMN yang katanya ‘milik negara’ saja tega mem-PHK rakyatnya, bagaimana nasib buruh swasta dan UMKM?” ujarnya.
Prinsip Partai X: Ekonomi untuk Rakyat, Bukan Korporasi
Prinsip ekonomi Partai X berpijak pada keadilan sosial dan keberpihakan terhadap tenaga kerja. Negara, melalui BUMN, wajib menjadi pelindung sekaligus penggerak ekonomi rakyat, bukan mesin keuntungan pejabat dan pemilik modal.
Dalam pandangan Partai X, restrukturisasi BUMN seharusnya tidak mengorbankan tenaga kerja, melainkan menata ulang arah usaha agar kembali pada fungsi pelayanan publik dan penguatan ekonomi nasional.
“BUMN bukan korporasi pribadi pejabat. BUMN adalah aset sosial bangsa,” tegas Prayogi.
Solusi Partai X: BUMN Kembali ke Mandat Rakyat
Sebagai jalan keluar, Partai X mengusulkan empat langkah strategis agar BUMN kembali ke mandat konstitusi:
- Audit sosial menyeluruh terhadap semua kebijakan restrukturisasi BUMN, termasuk PHK massal dan penggunaan dana publik.
- Moratorium PHK di BUMN hingga ada jaminan perlindungan tenaga kerja dan penyusunan ulang strategi bisnis berbasis publik.
- Reorientasi fungsi BUMN dari korporasi pencetak laba menjadi institusi pelayanan sosial-ekonomi rakyat.
- Transparansi keuangan BUMN agar publik dapat mengawasi setiap kebijakan, dari gaji direksi hingga belanja investasi.
Prayogi menegaskan bahwa efisiensi tanpa empati adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat. “Jangan sampai negara membiarkan BUMN berubah jadi korporasi tanpa nurani. Rakyat di-PHK, tapi penguasa terus cuan tanpa henti,” pungkasnya.



