Di tengah hingar-bingar demokrasi prosedural dan rutinitas elektoral lima tahunan, ada satu kenyataan yang ironis sekaligus menggelikan: seluruh aset negara Indonesia tidak tercatat atas nama rakyat atau atas nama Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi justru atas nama “Kementerian Keuangan.” Fenomena ini bukan sekadar keanehan administratif, tetapi merupakan salah satu indikator yang mencerminkan potensi kegagalan struktural dalam pengelolaan negara.
Mari kita buka absurditas ini dengan analogi sederhana: Diumpamakan Indonesia adalah sebuah perusahaan. Dalam perusahaan normal ada posisi:
- Rakyat = Pemegang saham
- UUD = Akta perusahaan
- Presiden = Direktur utama
- Menteri Keuangan = Bendahara atau Chief Finance Office (CFO)
- MPR = Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Dalam perusahaan sehat, pemilik saham menentukan arah perusahaan lewat RUPS. Direktur menjalankan operasional. Bendahara mengatur keuangan. Tapi dalam versi “RI Persero”, logika itu jungkir balik. Presiden menjadi direktur sekaligus didesain oleh UUD 1945 hasil amandemen ke 4 sebagai pemilik. Sementara itu, bendahara, dalam hal ini Menteri Keuangan, menguasai seluruh kekayaan dan catatan aset negara. Bahkan, presiden tidak memiliki akses langsung tanpa melalui administrasi kementerian tersebut.
Hal ini mengindikasikan “absolutisme terselubung” yang tersusun rapi dalam kemasan demokrasi prosedural. Rakyat hanya memiliki kedaulatan secara simbolik, tetapi tidak menguasainya. Presiden pun hanya simbolik sebagai pemilik negara, karena tidak punya kontrol aktual atas kekayaan bangsanya sendiri.
Lebih lanjut, situasi ini menunjukkan bahwa:
- Presiden adalah direktur yang diposisikan sebagai pemilik, padahal bukan.
- Menteri Keuangan adalah bendahara yang bisa memanipulasi informasi dan kontrol aset.
- MPR sebagai forum tertinggi rakyat telah didesain agar pasif dan tak relevan.
- Rakyat tidak bisa melihat berapa kekayaan negerinya sendiri.
Situasi ini bukan lagi soal kesalahan tata kelola, tapi merupakan kecelakaan konstitusional. Tidak heran jika sebagian masyarakat, termasuk para purnawirawan TNI mendorong wacana kembali ke UUD 1945 yang asli.
Solusi: Amandemen Kelima UUD 1945 Negara Indonesia
Karena itu, dibutuhkan restrukturisasi kelembagaan negara dengan semangat mengembalikan kedaulatan dan kekuasaan di tangan rakyat dan dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai mandataris rakyat.
- Mekanisme yang bisa dilakukan adalah dengan mengembalikan MPR sebagai pemegang mandat tertinggi rakyat.
- Mendesain lembaga kepresidenan sebagai operator eksekutif.
- Membentuk badan pengelola keuangan dan aset negara yang bertanggung jawab langsung kepada MPR, bukan kepada presiden.
- Mencatat seluruh aset atas nama Negara Republik Indonesia, bukan atas nama jabatan fungsional.
Oleh: Rinto Setiyawan, A. Md.T, CTP (Anggota Majelis Tinggi Partai X)