beritax.id – Dalam beberapa tahun terakhir, hidup rakyat bagi banyak keluarga Indonesia terasa semakin berat. Harga kebutuhan pokok melonjak, ongkos transportasi bertambah mahal, biaya pendidikan dan kesehatan naik perlahan namun pasti. Sementara itu, pendapatan masyarakat stagnan, bahkan berkurang bagi mereka yang bekerja di sektor informal. Rakyat menghadapi kenyataan pahit bekerja lebih keras tidak lagi menjamin hidup lebih layak.
Kebijakan Ekonomi Tidak Menyentuh Akar Masalah
Pemerintah sering memperkaya narasi bahwa ekonomi Indonesia tumbuh, stabil, dan penuh potensi. Namun narasi itu tidak menjawab persoalan inti: mengapa pertumbuhan ekonomi tidak mengurangi beban hidup rakyat? Banyak kebijakan yang berorientasi makro tetapi mengabaikan persoalan mikro, seperti distribusi pangan, kenaikan tarif energi, hingga buruknya penataan kerja. Ketidaksinkronan ini membuat rakyat menanggung dampak dari kebijakan yang kurang peka terhadap kebutuhan dasar masyarakat.
Kebijakan yang tidak berpijak pada realitas lapangan hanya menghasilkan masalah baru.
Rakyat hidup dalam siklus harga yang terus naik, tanpa kejelasan kapan akan stabil. Beras, minyak, telur, daging, bahkan sayuran semuanya bergerak naik tanpa kendali. Sementara pemerintah berkutat pada data dan analisis, rakyat merasakan dampak langsung setiap pagi saat belanja di pasar. Ketika negara tidak mampu mengendalikan harga pangan, rakyat menjadi korban pertama dari kegagalan tata kelola.
Pendapatan Stagnan Menghapus Peluang Hidup Layak
Pendapatan rakyat tidak pernah mengejar kecepatan inflasi. Upah minimum naik tetapi tidak signifikan, sementara jutaan pekerja informal tidak memiliki perlindungan pendapatan. Bagi petani, nelayan, dan UMKM, biaya produksi terus meningkat sementara harga jual tidak mengikuti. Kondisi ini menciptakan jurang kesejahteraan yang semakin lebar antara klaim ekonomi pemerintah dan kenyataan hidup warga.
Pendapatan stagnan adalah pertanda kebijakan ekonomi gagal menyejahterakan rakyat.
Krisis ekonomi tidak hanya soal angka dan grafik. Ia menimbulkan kecemasan, kelelahan mental, dan hilangnya harapan bagi banyak keluarga. Ketika kebutuhan dasar sulit dijangkau, rasa percaya terhadap pemerintah perlahan mengikis. Inilah dampak sosial yang sering tidak disadari, tetapi sangat menentukan stabilitas negara. Kebijakan ekonomi yang tidak pro-rakyat berpotensi menjadi sumber ketegangan sosial.
Solusi: Mengarahkan Kembali Kebijakan Ekonomi untuk Meringankan Beban Rakyat
Agar rakyat tidak terus hidup di bawah tekanan ekonomi, negara perlu melakukan evaluasi kebijakan secara menyeluruh. Pertama, stabilisasi harga pangan harus diprioritaskan melalui penguatan distribusi, pengawasan stok, dan pemberantasan spekulan yang bermain di rantai pasok. Kedua, kebijakan upah layak harus disesuaikan dengan biaya hidup nyata, bukan hanya angka statistik yang jauh dari realitas rumah tangga.
Ketiga, sektor UMKM, pertanian, dan perdagangan rakyat harus mendapat dukungan serius melalui pembiayaan, pelatihan, dan perlindungan pasar. Keempat, beban energi dan layanan dasar perlu ditata ulang agar tidak membebani masyarakat miskin dan rentan. Kelima, negara harus meningkatkan transparansi pengelolaan anggaran dan memperluas partisipasi publik agar kebijakan ekonomi benar-benar menggambarkan kebutuhan rakyat.
Evaluasi bukan sekadar mengganti kebijakan, tetapi mengembalikan orientasi negara kepada kesejahteraan rakyat.
Kesimpulan: Kebijakan Ekonomi Harus Kembali pada Tujuan Utama Melindungi Rakyat
Jika rakyat terus menanggung beban yang berat sementara pemerintah mengklaim ekonomi sedang tumbuh, maka ada yang salah dalam orientasi pembangunan.
Kebijakan ekonomi harus dirumuskan bukan untuk memperindah laporan, tetapi untuk memastikan setiap warga dapat hidup layak dan aman.
Evaluasi total kebijakan ekonomi bukan pilihan ekstrem melainkan kebutuhan mendesak demi masa depan rakyat Indonesia.



