beritax.id – Ekonom senior Bright Institute Awalil Rizky menyoroti alokasi dana APBN 2025 sebesar Rp552,1 triliun untuk bunga utang. Dalam rapat dengan Banggar DPR, Menkeu Sri Mulyani menyatakan penerimaan negara diprediksi hanya mencapai Rp2.865,5 triliun.
Artinya, 19 persen penerimaan negara digunakan hanya untuk membayar bunga utang. Rasio ini mencapai 19,27 persen, jauh melampaui batas aman IMF sebesar 7–10 persen. Tahun 2024, rasio bunga utang sebesar 17,13 persen. Tahun 2025 justru makin memburuk. Awalil memperingatkan, jika rasio terus naik, maka belanja publik tertekan.
Menurutnya, bunga utang kini bahkan lebih besar dari belanja pegawai. Program prioritas seperti MBG, Kopdes, hingga Sekolah Rakyat terancam. Ia juga menyebut DSR (debt service ratio) sudah mencapai 45 persen. Rekomendasi IMF hanya 25–35 persen.
Kondisi ini menciptakan tekanan fiskal yang berat. Risiko gagal bayar akan berdampak buruk pada kredibilitas fiskal dan akses pembiayaan. Bahkan Sekjen PBB António Guterres memperingatkan, negara-negara yang mengutamakan bunga utang ketimbang rakyat sedang menghadapi bencana pembangunan.
Partai X: Pemerintah Bekerja untuk Rakyat, Bukan Rentenir Global
Menanggapi data tersebut, Direktur X-Institute dan Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, bersuara keras. Menurutnya, fakta bahwa 19 persen penerimaan negara habis untuk bunga utang adalah bukti kelalaian negara.
Ia mengingatkan kembali bahwa tugas negara ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. “Kalau negara malah sibuk melayani kreditor, rakyat ditinggal di lorong sempit penderitaan,” ujar Prayogi.
Partai X menilai pengelolaan utang saat ini sudah melampaui batas kewajaran dan membahayakan kedaulatan fiskal Indonesia. Negara harus membebaskan diri dari jerat kebijakan utang berbasis rente yang menindas.
Prayogi juga menyesalkan tidak adanya keberanian pemerintah meninjau ulang prioritas belanja. “Bunga utang bukan harga mati. Tapi masa depan rakyat itu seharusnya harga tertinggi,” tegasnya.
Prinsip Partai X: Keadilan Fiskal Adalah Kewajiban Konstitusional
Partai X meyakini bahwa anggaran negara adalah instrumen keadilan, bukan komoditas dagang global. Negara wajib mengelola APBN secara adil, efisien, dan berpihak pada rakyat .
Pemerintah yang abai pada ketimpangan anggaran justru menciptakan kolonialisme fiskal gaya baru. Prinsip Partai X menegaskan bahwa kekuasaan sejati berasal dari kepercayaan rakyat, bukan rating utang luar negeri.
Pembangunan tidak boleh dibiayai dengan mengorbankan generasi mendatang demi pembayaran bunga utang. Penguatan APBN harus dimulai dari reformasi sistem perpajakan, efisiensi belanja, dan pembatasan utang konsumtif.
Solusi Partai X: Wujudkan Anggaran Berdaulat dan Berpihak
Partai X menyampaikan solusi konkret. Pertama, audit menyeluruh seluruh struktur utang negara dan renegosiasi bunga yang tidak wajar. Kedua, moratorium utang baru hingga prioritas sosial rakyat terpenuhi.
Ketiga, realokasi belanja negara ke sektor esensial seperti kesehatan, pendidikan, pangan, dan energi rakyat. Keempat, reformasi perpajakan progresif berbasis keadilan sosial dan keberpihakan pada sektor produktif.
Kelima, bentuk Komisi Anggaran Independen untuk memastikan APBN dikelola secara transparan dan berkeadilan. Keenam, dorong partisipasi publik dalam perencanaan dan pengawasan belanja negara.
Partai X menegaskan, tidak ada kedaulatan kekuasaan tanpa kedaulatan fiskal. Pemerintah harus menghentikan praktik belanja untuk bunga utang yang menyandera masa depan.
“Negara tak boleh dipimpin oleh logika rentenir. Rakyat adalah majikan tertinggi dalam republik ini,” tutup Prayogi.