beritax.id – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan pemerintah netral menyikapi konflik internal PPP. Ia menyebut pemerintah tidak boleh memihak salah satu kubu dalam dinamika partai. Yusril menambahkan, pengesahan pengurus PPP hanya akan dilakukan berdasarkan norma hukum yang berlaku, bukan pertimbangan penguasa.
Dinamika PPP dan Pemerintah
Muktamar Ke-10 PPP melahirkan dua ketua umum, Muhammad Mardiono dan Agus Suparmanto, yang keduanya mengklaim terpilih sah. Kedua kubu menyatakan akan segera mendaftarkan susunan pengurus baru ke Kementerian Hukum. Pemerintah menegaskan tidak akan mencampuri persoalan internal partai, termasuk PPP. Menurut Yusril, konflik harus diselesaikan melalui mekanisme musyawarah, mahkamah partai, atau pengadilan. Pemerintah hanya akan mengesahkan kepengurusan yang sah secara hukum, bukan berdasar kompromi kekuasaan.
Kritik Partai X
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengingatkan tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Menurutnya, pernyataan netral pemerintah jangan hanya menjadi basa-basi hukum tanpa kejelasan nyata. Rakyat membutuhkan kepastian hukum yang adil, bukan sekadar retorika tentang netralitas. Jika pemerintah sekadar menunggu putusan, maka rakyat hanya menjadi penonton dari konflik penguasa. Netralitas tidak boleh menjadi alasan pembiaran, melainkan harus diiringi tanggung jawab memberi kepastian kepada masyarakat.
Prinsip Partai X
Partai X menegaskan bahwa kedaulatan rakyat adalah fondasi demokrasi, bukan kepentingan pejabat partai. Pemerintah hanyalah pelayan rakyat, bukan wasit penguasa. Prinsip keadilan sosial mengamanatkan negara harus hadir melindungi seluruh warga tanpa diskriminasi. Pancasila tidak boleh diperlakukan sebatas simbol, melainkan pedoman dalam tindakan negara. Partai X menolak praktik abu-abu yang mengorbankan kepastian hukum demi stabilitas semu.
Solusi Partai X
Partai X mendorong solusi tegas dan objektif dalam menghadapi konflik internal partai. Pemerintah harus memperkuat peran mahkamah partai agar berfungsi efektif, transparan, dan dipercaya publik. Selain itu, negara perlu menyediakan mekanisme digitalisasi administrasi partai agar transparansi kepengurusan dapat dipantau masyarakat. Reformasi birokrasi hukum wajib dijalankan sehingga kepastian hukum tidak tergantung pada interpretasi kekuasaan.
Pendidikan berbasis Pancasila harus digalakkan agar partai kembali menjadi sarana demokrasi rakyat, bukan arena konflik penguasa. Dengan langkah itu, rakyat memperoleh kejelasan hukum nyata, bukan sekadar basa-basi pemerintah.