beritax.id – Terpilihnya Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan membawa konsekuensi berat. Ia mewarisi masalah pelik berupa tingginya beban utang negara. Hingga 31 Agustus 2025, pemerintah telah menarik utang Rp463,7 triliun melalui Surat Berharga Negara (SBN), setara 59,8 persen dari target APBN 2025. Beban ini akan menyedot anggaran besar, termasuk bunga, sehingga mengurangi ruang fiskal untuk kesejahteraan rakyat.
Wamenkeu Thomas Djiwandono menjelaskan realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp425,7 triliun atau 69,1 persen dari target APBN. Meskipun pasar domestik menunjukkan optimisme, utang tetap menjadi beban jangka panjang. Yield SBN memang menurun, namun rakyat tetap harus menanggung cicilan utang lewat pajak dan pemangkasan anggaran sosial.
Partai X: Negara Ada untuk Rakyat, Bukan Bankir Global
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan tugas negara ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Namun, kebijakan utang jumbo hanya menunjukkan negara lebih sibuk melayani pasar, bukan rakyat. Partai X mengingatkan, pemerintah hanyalah pelayan rakyat. Rakyat adalah pemilik kedaulatan, bukan korban dari kebijakan yang menggadaikan masa depan bangsa.
Utang yang terus meningkat justru memperkuat ketergantungan pada oligarki keuangan global. Alih-alih membangun keadilan sosial, kebijakan ini berpotensi melanggengkan ketidaksetaraan.
Solusi Partai X: Arah Baru Pengelolaan Negara
Partai X menawarkan solusi nyata:
- Reformasi hukum berbasis kepakaran, agar kebijakan utang tidak lagi menjadi permainan pejabat ekonomi.
- Transformasi birokrasi digital untuk mencegah korupsi dalam pengelolaan utang dan memastikan akuntabilitas.
- Pemaknaan ulang Pancasila sebagai pedoman operasional, bukan slogan. Pancasila harus menjadi dasar arah kebijakan fiskal, berfokus pada keadilan sosial.
- Musyawarah Kenegarawanan Nasional, melibatkan kaum intelektual, agama, TNI/Polri, dan budaya, demi merancang desain baru tata kelola fiskal.
Partai X menegaskan, utang sebesar Rp463,7 triliun bukan sekadar angka. Itu adalah beban nyata yang dirasakan rakyat. Pemerintah harus berhenti menjadikan rakyat sebagai penanggung risiko. Negara wajib hadir untuk melindungi dan menyejahterakan, bukan menjerat rakyat dalam lingkaran utang tanpa ujung.



