beritax.id – Menteri Agama Nasaruddin Umar menyinggung tanah menganggur milik masyarakat bisa diambil negara untuk kepentingan umum. Ia menyebut banyak lahan ribuan hektar yang dimiliki orang Jakarta tetapi dibiarkan tidak produktif. Menurutnya, masyarakat setempat justru kesulitan melanjutkan pertanian karena lahan tersebut tertutup pagar dan dijaga satpam.
Dalam pandangannya, konsep pengelolaan tanah semacam ini pernah dijalankan pada era Khalifah Umar bin Khattab. Tanah atau properti yang tidak digunakan lima tahun berturut-turut bisa menjadi milik negara. “Semua hasil bumi seharusnya dikuasai negara melalui Baitul Mal,” ujar Nasaruddin. Jika diterapkan, katanya, potensi nilai ekonominya bisa menyamai APBN.
Meski demikian, ia mengakui hukum di Indonesia belum memungkinkan konsep tersebut diterapkan secara penuh. Saat ini, pemerintah baru memiliki aturan tentang tanah telantar melalui PP Nomor 20 Tahun 2021. Kementerian ATR/BPN juga pernah membahas wacana pengambilalihan tanah telantar, namun belum berjalan optimal.
Kritik Partai X
Menanggapi wacana itu, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, mengingatkan esensi tugas negara. “Negara itu tugasnya tiga yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil,” tegasnya. Ia menyindir bahwa negara tampak sigap mengambil tanah menganggur, tetapi masih abai pada rakyat yang “nganggur”.
Partai X menekankan, kebijakan negara harus berlandaskan keadilan sosial, keberpihakan pada rakyat, dan pengelolaan sumber daya secara transparan. Menurut Partai X, tanah menganggur memang perlu ditata, tetapi rakyat yang kehilangan pekerjaan juga harus diperhatikan.
Solusi Partai X: Integrasi Tanah dan Pekerjaan
Partai X menawarkan solusi solutif. Pertama, hasil pengambilalihan tanah menganggur harus diprioritaskan untuk program pemberdayaan petani dan nelayan. Kedua, pemerintah wajib membuka lapangan kerja produktif melalui pengelolaan tanah negara. Ketiga, mekanisme distribusi manfaat harus transparan agar tidak jatuh ke penguasa. Dengan begitu, tanah tidak hanya dimanfaatkan, tapi juga menyerap tenaga kerja.
Partai X menegaskan bahwa tanah dan rakyat tidak boleh dipisahkan dari makna keadilan. Jika negara berhak mengambil tanah yang telantar, maka negara juga wajib memastikan rakyat yang “nganggur” mendapat hak bekerja dan hidup layak. Tanpa itu, kebijakan hanya menjadi setengah jalan yang menguntungkan penguasa, bukan rakyat.