beritax.id – Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mendukung penuh rencana pemerintah mengenakan pajak kepada pelaku usaha e-commerce. Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah menilai kebijakan ini penting untuk menciptakan skema pajak yang adil antara pedagang daring dan luring.
Menurutnya, semua pelaku usaha memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam membayar pajak. “Kami bayar pajak, jadi yang lain juga harus bayar,” ujarnya di Jakarta, Rabu. Ia juga menyoroti ketimpangan persaingan antara toko fisik yang taat pajak dan toko online ilegal yang bebas pungutan.
Rencana Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah menunjuk marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas setiap transaksi. Mekanisme ini akan menggantikan kewajiban pedagang online yang selama ini membayar pajak secara mandiri.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Febrio Kacaribu menjelaskan bahwa pedagang dengan penghasilan di bawah Rp500 juta per tahun akan dikecualikan dari pungutan. Namun, implementasi teknis masih terus disusun agar tidak menimbulkan beban tambahan bagi UMKM.
Rinto Setiyawan: Negara Harus Melindungi, Bukan Menekan Rakyat
Menanggapi rencana ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan mengingatkan kembali tiga tugas utama negara: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. “Jangan jadikan rakyat sebagai target empuk pemungutan. Negara harus berani kejar korporasi besar yang selama ini menikmati celah perpajakan,” tegas Rinto.
Ia mengkritik pendekatan fiskal pemerintah yang lebih suka menarik pajak dari pelaku usaha mikro ketimbang membongkar skema penghindaran pajak oleh perusahaan besar. Baginya, penerapan pajak digital tidak boleh menjadi dalih untuk menambal defisit akibat pembiaran terhadap kebocoran pajak korporasi.
Partai X memandang bahwa pemerintah adalah sebagian rakyat yang diberi wewenang untuk mengelola negara secara efektif dan transparan.
Dalam hal perpajakan, keadilan dan efisiensi harus menjadi pedoman. Tidak boleh ada diskriminasi fiskal yang justru menyasar pelaku usaha, sementara perusahaan besar menikmati kelonggaran.
Negara, menurut prinsip Partai X, harus memastikan bahwa setiap kebijakan berpihak pada kesejahteraan rakyat, bukan hanya kepentingan fiskal. Pajak harus menjadi instrumen untuk redistribusi kekayaan dan pemerataan ekonomi, bukan alat untuk menindas kelompok lemah.
Solusi Partai X: Reformasi Pajak Progresif dan Digitalisasi yang Adil
Partai X menawarkan solusi sistemik dan berkeadilan. Pertama, perbaikan sistem perpajakan dilakukan dengan prinsip progresif. Kedua, pemerintah harus membangun sistem digital perpajakan yang transparan dan mudah diakses oleh UMKM.
Ketiga, audit pajak digital terhadap korporasi besar harus dijadikan prioritas. Keempat, negara harus memperluas insentif bagi pelaku UMKM agar tidak sekadar membayar, tetapi juga berkembang. Kelima, partisipasi publik dalam proses perumusan kebijakan pajak harus diperkuat, termasuk melalui dialog rutin dengan asosiasi pelaku usaha.
Rinto menegaskan, jika negara hanya sibuk memungut pajak dari pedagang tetapi membiarkan konglomerat lari dari kewajiban fiskal, maka negara telah gagal menjalankan fungsinya. “Partai X mengingatkan, keadilan fiskal tidak boleh sekadar jargon. Harus diwujudkan dalam tindakan nyata.”
Partai X mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk kritis terhadap setiap kebijakan perpajakan. Keadilan bukan hanya soal angka, tapi juga soal siapa yang dibebani, dan siapa yang diuntungkan. Pajak digital bisa menjadi solusi, tapi hanya jika dijalankan dengan prinsip keberpihakan pada rakyat.