beritax.id — Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan keberhasilan negosiasi perjanjian dagang Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU CEPA).
Kesepakatan ini disampaikan dalam kunjungan kenegaraan ke Gedung Berlaymont, Brussels, bersama Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi, menilai perjanjian ini sebagai kemenangan diplomasi yang menyentuh banyak aspek nasional.
Menurutnya, ekspor Indonesia ke Uni Eropa diprediksi meningkat hingga 50 persen dengan produk bebas tarif masuk pasar Eropa.
Kritik Partai X: Jangan Ulang Kesalahan Perjanjian Bebas Bea
Partai X menilai keberhasilan CEPA seharusnya tidak dinilai dari angka perdagangan semata. Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, mempertanyakan urgensi manfaat langsung perjanjian ini untuk rakyat.
“Kalau petani tak bisa jual hasil panennya, nelayan tak bisa bersaing, buruh di-PHK karena impor, itu bukan kemenangan,” tegasnya.
Prayogi mengingatkan bahwa tugas negara adalah tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat agar sejahtera. Menurutnya, pengalaman masa lalu dengan perjanjian serupa sering kali menyingkirkan kepentingan domestik.
Partai X menekankan bahwa pemerintah adalah bagian kecil dari rakyat yang diberi kewenangan untuk menjamin keadilan.
Negara harus memastikan kebijakan luar negeri tidak merusak ketahanan ekonomi lokal dan menghancurkan nilai tambah nasional.
Negarawan sejati, kata Prayogi, adalah mereka yang mampu menimbang dampak jangka panjang terhadap keadilan rakyat kecil. CEPA dinilai hanya akan bermanfaat jika disertai penguatan kapasitas produksi lokal, perlindungan komoditas strategis, dan regulasi ketat terhadap banjir produk asing.
Solusi Partai X: Diplomasi Ekonomi Berbasis Kepentingan Nasional
Solusi Partai X jelas: kebijakan dagang luar negeri harus berbasis perlindungan dan penguatan sektor domestik yang padat karya. CEPA tidak boleh menjadi jalan masuk liberalisasi buta yang mematikan usaha tani, nelayan, UMKM, dan industri kecil-menengah.
“Setiap kerja sama internasional wajib diaudit secara berkala, disesuaikan dengan kondisi pasar dan kapasitas rakyat,” tambah Prayogi.
Melalui Sekolah Negarawan, Partai X mendorong kader dan birokrat memahami dimensi makro dan mikro dari setiap perjanjian ekonomi global.
Mereka dilatih untuk menempatkan rakyat sebagai poros dari setiap kebijakan publik, bukan hanya angka-angka dalam dokumen kerja sama.
Partai X menuntut transparansi dan partisipasi publik dalam setiap proses negosiasi dagang. Kebijakan luar negeri harus dikembalikan pada orientasi dasar: untuk siapa negara ini dijalankan?
“Jika CEPA sukses, maka keberhasilan itu harus diukur dari berapa banyak perut rakyat terisi, bukan sekadar grafik naik,” tutup Prayogi.