Oleh: Rinto Setiyawan
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia
Anggota Majelis Tinggi Partai X
Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute
beritax.id – Dalam situasi negara yang kian kehilangan arah, Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) kembali menegaskan pentingnya musyawarah kenegarawanan sebagai solusi praktis untuk mengembalikan kedaulatan sejati ke tangan rakyat. Gagasan ini bukan sekadar wacana spiritual atau retorika panggung, tetapi sebuah jalan nyata yang menyatukan berbagai elemen bangsa dalam satu meja musyawarah, demi masa depan Indonesia yang lebih adil dan berdaulat.
Cak Nun menekankan, musyawarah kenegarawanan ini harus melibatkan empat pilar utama: kaum intelektual, kaum agama atau spiritual, kaum TNI/Polri, dan kaum budaya atau adat. Keempat pilar ini bukan hanya sekadar representasi formal. Melainkan kumpulan orang-orang yang benar-benar murni nasionalis, berjiwa negarawan, terbukti bersih dari praktik perusakan bangsa, dan tidak pernah memanfaatkan jabatan demi keuntungan pribadi.
Musyawarah ini bukan sekadar pertemuan basa-basi. Ada tiga agenda besar yang menjadi inti pembahasan:
1. Membuat Desain Struktur Ketatanegaraan Baru
Struktur ketatanegaraan saat ini terbukti gagal menjaga kedaulatan rakyat. Banyak kebijakan lahir bukan dari kehendak rakyat, melainkan dari kepentingan segelintir elite yang kerap menjadikan jabatan sebagai alat dagang (kejahatan) politik. Melalui musyawarah kenegarawanan, akan dirumuskan desain baru yang secara tegas dan jelas. Menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi, bukan sekadar objek suara lima tahunan.
2. Menyusun Draft Amandemen Kelima UUD 1945
Langkah selanjutnya adalah menyusun draft amandemen kelima UUD 1945. Amandemen ini bukan sekadar revisi formal, melainkan pembaruan menyeluruh yang mengembalikan ruh konstitusi pada cita-cita awal kemerdekaan: kedaulatan di tangan rakyat. Draft ini diharapkan mampu memperbaiki kerusakan mendasar dalam sistem hukum, politik, ekonomi, dan sosial.
3. Membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Sementara
Untuk mewujudkan amandemen tersebut, perlu dibentuk MPR sementara yang memiliki otoritas moral dan legal untuk mengesahkan draft amandemen menjadi UUD 1945 yang baru dan sah. MPR sementara ini bukan bentukan partai politik atau representasi oligarki, melainkan diisi oleh figur-figur negarawan sejati dari empat pilar utama yang telah terbukti berdedikasi pada bangsa dan rakyat.
Mengapa Musyawarah Kenegarawanan?
Cak Nun selalu mengingatkan bahwa bangsa ini tidak hanya membutuhkan pemimpin yang pandai berjanji atau mahir mengelola opini publik. Tetapi pemimpin yang rela berkorban demi rakyat, yang tidak takut kehilangan jabatan demi tegaknya kebenaran. Musyawarah kenegarawanan adalah ruang untuk membangkitkan kembali semangat kolektif dan rasa kepemilikan rakyat terhadap negara.
Dalam musyawarah ini, rakyat tidak lagi sekadar penonton atau pendonor suara, melainkan pancer atau pusat dari seluruh keputusan negara. Dengan demikian, semua kebijakan dan aturan lahir dari kepentingan rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Harapan ke Depan
Jika musyawarah kenegarawanan ini segera dijalankan, Indonesia akan memiliki fondasi yang kuat dan sehat untuk bangkit. Tidak lagi tersandera oleh kepentingan elit atau dikendalikan oleh oligarki (kejahatan) politik. Konstitusi akan benar-benar menjadi “konstitusi langit”, yang lahir dari kesucian niat dan kerinduan akan keadilan sejati.
Sudah saatnya kita berhenti mendorong “mobil negara” yang mogok karena salah sistem. Kita tidak bisa terus menunggu mukjizat di tengah jalan buntu. Dengan musyawarah kenegarawanan, kita bisa membongkar mesin lama, memperbaiki struktur, dan mengembalikan rakyat sebagai pemilik rumah bernama Indonesia.